WahanaNews.co | Jajaran Satuan Reskrim Polres Indramayu, Jawa Barat, menangkap seorang pelaku yang membuat dan memperjualbelikan surat
swab antigen palsu, Minggu (25/7/2021).
Pelaku melayani warga yang membutuhkan
keterangan hasil swab negatif tanpa dites terlebih dahulu.
Baca Juga:
Bikin Postingan Megawati Pakai Bikini, Oknum Pegawai PDAM Indramayu Terancam Dipecat
Tersangka diketahui berinisial W (45), warga Desa Bogor, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Sehari-hari, tersangka bekerja sebagai
honorer bagian kebersihan di Puskesmas Kecamatan Sukra.
Tersangka melakukan perbuatannya di
malam hari, saat puskesmas dalam keadaan sepi.
Baca Juga:
Ibu dan Anak Meninggal di RSUD Pantura MA Sentot Indramayu Diduga Korban Malpraktik
Kapolres Indramayu, AKBP Hafidh S
Herlambang, melalui Kasat Reskrim, AKP Luthfi Olot Gigantara, menjelaskan,
terungkapnya kasus itu bermula dari informasi masyarakat.
Petugas menindaklanjuti informasi itu
dengan melakukan penyelidikan.
Dari hasil penyelidikan tersebut, petugas
berhasil membongkar praktik yang dilakukan tersangka.
Petugas pun menangkap tersangka di
Kecamatan Sukra.
"Dari tangan tersangka, kami
mengamankan barang bukti lebih dari 40 KTP warga yang sudah difoto kopi dan
beberapa lembar surat swab yang tertulis untuk tanggal 26 Juli 2021," ujar
Luthfi, di Mapolres Indramayu, Minggu (25/7/2021) malam.
Selain itu, petugas juga menyita satu
set komputer dan printer dari tangan tersangka.
Luthfi mengatakan, dari pengakuan
tersangka, perbuatan tersebut telah dilakukannya selama dua bulan terakhir.
Tersangka langsung membuat dan
memperjualbelikan surat swab palsu itu tanpa melakukan pemeriksaan swab
terlebih dahulu kepada korbannya.
Luthfi menambahkan, untuk "jasa"-nya itu, tersangka mematok tarif
antara Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu per lembar surat hasil swab antigen
palsu.
Dari hasil penyelidikan sementara juga
terungkap bahwa warga yang memesan surat hasil swab antigen palsu itu sebagian
besar untuk kepentingan perjalanan.
Atas perbuatannya itu, tersangka
dijerat pasal 263 KUHP.
Adapun ancaman hukumannya berupa
penjara enam tahun.
"Namun kami masih lakukan
pemeriksaan lebih lanjut, apakah ada motif dan modus lain serta
keterlibatan oknum-oknum yang lain," ujar Luthfi. [qnt]