WAHANANEWS.CO, Manggarai Timur - Ayah dan anak di Kampung Nanga Lanang, Desa Bea Ngencung, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, meninggal dunia setelah mengonsumsi telur ikan buntal pada Minggu (15/12/2024).
Korban adalah MRI (37) dan anaknya, Harun (8).
Baca Juga:
Pemerintah Aceh Bagikan 7,5 Ton Ikan Segar Cegah Inflasi dan Stunting
Kapolsek Borong, AKP David Neto, mengungkapkan bahwa insiden terjadi ketika keduanya menyantap telur ikan buntal di rumah sekitar pukul 19.30 WITA. Sebelum makan, istri korban sempat melarang, namun keduanya tetap bersikeras.
"Beberapa menit setelah mengonsumsi telur ikan buntal, keduanya mengalami gejala keracunan seperti gatal di bibir, leher terasa tegang, dan pusing," kata David, Selasa (17/12/2024).
Kondisi korban semakin memburuk, hingga akhirnya sekitar pukul 22.20 WITA, keluarga membawa mereka ke RSUD Lehong, Manggarai Timur.
Baca Juga:
Program Makan Gratis, Menteri KKP: Menu Ikan Harus Disesuaikan dengan Wilayahnya
Meskipun telah mendapatkan penanganan medis, nyawa kedua korban tidak dapat diselamatkan. Mereka dinyatakan meninggal dunia pada pukul 23.30 WITA akibat keracunan murni dari ikan buntal.
Jenazah ayah dan anak ini kemudian dibawa ke rumah duka di Kampung Nanga Lanang, Senin dini hari (16/12/2024).
Keluarga menguburkan keduanya secara Islam di pemakaman keluarga, Desa Bea Ngencung, pada Senin siang pukul 12.00 WITA.
Hidangan Ikan yang Mematikan
Fugu, atau ikan buntal, adalah salah satu hidangan khas Jepang yang terkenal karena risiko mematikannya.
Racun dalam ikan buntal disebut 200 kali lebih berbahaya dibanding sianida, sehingga sedikit kesalahan dalam pengolahan bisa berujung fatal.
Karena itu, mengonsumsi ikan buntal tanpa pengetahuan yang tepat sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kematian.
Meski demikian, popularitas fugu tetap tinggi di Jepang. Ikan ini menjadi hidangan mewah yang hanya tersedia di restoran tertentu.
Kunio Miura, seorang koki veteran dengan pengalaman lebih dari 60 tahun, termasuk sedikit koki di Tokyo yang memiliki lisensi untuk menyajikan ikan buntal.
Dalam proses memasaknya, Miura menggunakan pisau khusus yang dibuat oleh pandai pedang untuk memastikan presisi potongan.
Ia memeriksa setiap bagian beracun seperti otak, mata, ovarium, hati, dan usus ikan dengan sangat teliti. Bahkan telur ikan buntal juga mengandung racun, sehingga semua bagian ini harus dibuang dengan aman.
Pelatihan menjadi koki ikan buntal memerlukan dedikasi tinggi. Miura memulai kariernya sebagai koki magang pada usia 15 tahun, tetapi baru bisa mengikuti ujian lisensi saat berumur 20 tahun.
Ujiannya sangat ketat, dengan tingkat kegagalan mencapai sepertiga peserta. Hal ini membuat profesi koki fugu dianggap sebagai puncak tertinggi dalam dunia kuliner Jepang.
Daya tarik ikan buntal bagi penggemarnya bukan hanya soal rasa, tetapi juga sensasi menghadapi risiko kematian. Bagi sebagian orang, menyantap hidangan ini adalah bentuk keberanian dan prestise.
Selain itu, ikan buntal adalah hidangan musiman yang paling banyak dinikmati saat musim dingin, sejalan dengan tradisi Jepang yang menghargai makanan sesuai musim.
Di restoran Miura, ikan buntal disajikan dalam berbagai varian, seperti sup, ikan panggang dengan saus teriyaki, hingga sashimi.
Sashimi buntal diiris tipis-tipis dan disusun menyerupai bunga krisan di piring besar. Tekstur dagingnya kenyal dengan rasa ringan bakal semakin lezat jika dibubuhi rempah dan kecap atau saus tomat.
Meskipun tekstur dan rasa ikan buntal dipuji penggemarnya, daya tarik utamanya adalah sensasi menantang maut. Hidangan ini mencerminkan keberanian penikmatnya, keahlian koki, dan penghormatan mendalam terhadap tradisi kuliner yang kaya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]