WahanaNes.co | Danau Maninjau tergolong danau tektovulkanik dengan posisi di ketinggian 462,8 meter di atas permukaan laut (MDPL), dengan luas 9.737,5 hektare, dan waktu tinggal air 25 tahun.
Dalam pemanfaatannya, danau ini berfungsi sebagai pembangkit lisrik (205 GWh/tahun), sumber air minum, irigasi, perikanan tangkap maupun perikanan budidaya dan pariwisata.
Baca Juga:
Prof. Syafruddin: Provinsi Sumbar Harus Tiru Pemanfaatan Sumber Daya ala Jepang
Secara ekologi, danau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat ini berfungsi sebagai habitat bagi organisme, mengontrol kesetimbangan air tanah dan iklim mikro.
Menurut riset sebanyak 14 jenis ikan ditemukan di Danau Maninjau dengan jenis ikan yang menjadi target tangkapan nelayan, antara lain ikan bada atau ikan seluang (Rasbora argyrotaenia), ikan baung (Mystus spp.), gariang (Tor soro), asang (Osteochilus haselti), barau (Hampala macrolepidota), dan nila (Oreochromis niloticus).
"Ikan Seluang di Danau Maninjau merupakan komoditas penting sebagai sumber protein untuk masyarakat sekitar dan berpotensi sebagai ikan hias. Nilai ekonomi yang diperoleh dari kegiatan perikanan baik tangkap maupun budidaya masing-masing adalah Rp1,12 miliar/tahun dan Rp43,3 miliar/tahun sedangkan dari kegiatan pariwisata sebesar Rp2,15 miliar/tahun," jelas Kepala BRPSDI, Iswari Ratna Astuti.
Baca Juga:
Kematian Ikan Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau Buat Petani Rugi Rp380 Juta
Berdasarkan kandungan unsur haranya, Danau Maninjau merupakan badan air yang sangat subur. Namun demikian, berdasarkan hasil analisis situasi, terdapat berbagai tantangan dalam menjaga kelestarian Danau Maninjau.
Ratna menerangkan bahwa degradasi lingkungan dan sumber daya ikan telah terjadi di Danau Maninjau. Hal ini disebabkan oleh pencemaran yang berasal dari kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA), rumah tangga, dan pertanian.
"Masyarakat mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan budidaya KJA sebagai mata pencaharian. Beban cemar bahan organik yang berasal dari kegiatan perikanan budidaya sebesar 24.750 ton/tahun atau setara dengan 1.079 ton/tahun nitrogen dan 123,8 ton/tahun fosfor yang berdampak pada peningkatan kesuburan perairan, karena masuknya nutrien yang berlebih menyebabkan degradasi habitat," paparnya.