WahanaNews.co | Kapolres Sumedang, AKBP Eko Prasetyo Robbyanto, menyatakan,
hasil pemeriksaan sementara menemukan adanya dugaan pelanggaran pembangunan
perumahan yang menyebabkan bencana
tanah
longsor di Kecamatan
Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat.
"Diduga tidak memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan
lingkungan dengan tidak melaksanakan ketentuan untuk melaksanakan upaya
menstabilkan lereng dan menerapkan sistem drainase yang tepat hingga
meminimalkan pembebanan pada lereng," kata Kapolres Sumedang, Senin (25/1/2021).
Baca Juga:
Evakuasi Terhambat Material Labil, BPBD Jabar Akhiri Pencarian di Tambang Gunung Kuda
Polres Sumedang saat
ini masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah warga, pejabat dinas
terkait di lingkungan Pemkab Sumedang, termasuk pengembang perumahan.
Hasil analisa sementara dari olah tempat kejadian perkara sekitar
lokasi longsor, katanya,
ditemukan beberapa dugaan pelanggaran yang
menjadi penyebab terjadinya longsordan
menelan korban jiwa di Kecamatan
Cimanggung, Sabtu (9/1/2021).
Ia mengungkapkan dugaan penyebab
longsor, yaitu adanya beberapa saluran air atau drainase buatan
yang belum ditembok mengalir dari perumahan SBG dan Perumahan Kampung Geulis
atau berada tepat di atas lokasi bencana tanah longsor.
Baca Juga:
Tiga Anjing Pelacak Dikerahkan Bantu Temukan Korban Longsor di Tambang Gunung Kuda
"Drainase buatan yang belum ditembok tersebut mengalami
resapan sehingga membuat struktur tanah menjadi tidak stabil dan runtuh, dan longsor menimpa rumah warga di Perumahan Pondok Daud yang
berada di bawahnya," katanya.
Ia menyebut dugaan pelanggaran lainnya, yaitu Perumahan SBG tidak memiliki tembok penahan
tanah di sepanjang jalur longsoran tersebut sehingga tanah tidak kuat menahan
air ketika turun hujan deras.
Selanjutnya keterangan masyarakat ada penebangan pohon di lahan
lereng antara Perumahan SBG dan Perumahan Pondok Daud oleh pengembang Perumahan
Kampung Geulis untuk dijadikan jalan, sehingga kekuatan lereng menjadi tidak
stabil.
"Kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi
dinyatakan rawan longsor atau
kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan
frekuensi cukup tinggi," katanya.
Ia menyampaikan berdasarkan prosedur teknis penyelenggaraan pembangunan perumahan bahwa dalam ketentuan
pola ruang gerakan tanah di bawah 40 persen diperbolehkan membangun rumah
terbatas dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng.
Selanjutnya, kata Kapolres, pengembang harus menerapkan sistem
drainase yang tepat, meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil
kemiringan lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, dan mengosongkan
lereng dari kegiatan manusia.
Selain itu, lanjut dia, pengembang diwajibkan melakukan kajian
geologi tata lingkungan atau geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan
pembangunan, namun diduga tidak melakukan kewajiban itu.
"Diduga tidak melakukan kajian geologi tata lingkungan atau
geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan pembangunan sehingga terjadinya
dampak terhadap lingkungan berupa
longsor," katanya.
Ia menambahkan,
tahapan selanjutnya Polres Sumedang akan
menanyakan pembangunan perumahan Kampung
Geulis kepada penanggung jawab teknis pembangunan, kemudian memintai keterangan
pada pengembang dari PT Amaka Pondok Daud yang membangun Perumahan Cihanjuang A
Regency.
Selain itu, Polres Sumedang akan
meminta keterangan atau pendapat ahli geologi dari Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi pada Badan Geologi Kementerian ESDM, kemudian dari BMKG
Bandung dan meminta pendapat ahli pidana.
Sebelumnya, bencana
tanah longsor menimbun pemukiman rumah penduduk di Desa Cihanjuang,
Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (9/1/2021), menyebabkan 40 orang meninggal dunia, terdiri
dari warga, TNI, dan petugas BPBD. [dhn]