Selain masalah aturan administratif, Menteri Hadi mengungkapkan sertifikasi tanah ulayat juga terkendala asumsi bahwa pemilik tanah ulayat harus membayar pajak. Belum lagi asumsi bahwa tanah yang sudah disertifikatkan nantinya akan bisa dijual pemiliknya.
"Saya jelaskan ya. Selama itu sertifikat tanah adat, tidak ada pajak. Tidak ada pajak. Selama sertifikat tanah adat itu diberikan secara komunal, tidak bisa dijual. Jadi apa yg dikhawatirkan oleh masyarakat, itu tidak terjadi," katanya.
Baca Juga:
Kebangkitan Ekraf di Destinasi Wisata Baduy, Sandi: Tingkatkan Kualitas Desa
Hadi menambahkan, jika tanah adat yang sudah disertifikatkan terlibat kontrak Hak Guna Usaha (HGU) dengan investor, masyarakat adat berhak atas lahan tersebut setelah kontrak dengan investornya berakhir.
Adapun jika belum disertifikatkan, maka setelah HGU berakhir, status tanah akan kembali ke tangan negara sebagaimana aturan dalam undang-undang.
"Mudah-mudahan sebelum akhir 2023 atau awal 2024 perdanya sudah selesai sehingga kita bisa segera keluarkan sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat," katanya.
Baca Juga:
Sandiaga Uno: Desa Wisata Saba Budaya Baduy Masuk 50 Besar ADWI 2022
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan sekitar 5.100 hektare tanah menjadi hak ulayat masyarakat adat Suku Baduy, namun nyatanya kerap ada konflik tanah dengan masyarakat sekitar.
"Semoga wilayah masyarakat Baduy ini bisa masuk program redistribusi sertifikat komunal," katanya.
[Redaktur: Sandy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.