WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang nenek 61 tahun asal Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, mendadak kehilangan hak sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) setelah rekening bantuannya terdeteksi digunakan untuk aktivitas judi online, membuat sang anak kebingungan dan merasa keputusan itu tidak adil sejak pertama kali mereka mengetahuinya saat hendak mengakses layanan kesehatan menggunakan BPJS.
Peristiwa ini diketahui pada Senin (6/10/2025) ketika Asriani, anak dari sang nenek yang meminta identitasnya disamarkan, mendatangi kantor Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Takalar untuk meminta klarifikasi atas pencoretan ibunya dari daftar penerima bantuan sosial.
Baca Juga:
Luhut Tinjau Penyaluran Bansos Digital di Banyuwangi
"Asa iya judi online, padahal ini nenek-nenek kasihan," ujar Asriani kepada petugas bidang Fakir Miskin saat menyampaikan keluhan.
Keputusan pencabutan bantuan tidak hanya membuat sang nenek kehilangan bantuan sembako untuk periode Juli hingga September 2025, tetapi juga membuat BPJS Kesehatan yang sebelumnya aktif dan gratis kini dinonaktifkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
"Kami baru tahu sekarang saat ibu mau berobat, ternyata BPJS-nya sudah tidak aktif," kata Asriani dengan nada kecewa di hadapan petugas verifikasi.
Baca Juga:
Kemkomdigi Pastikan Keamanan Data Jadi Pilar Utama Digitalisasi Perlindungan Sosial
Berdasarkan data Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) milik Kementerian Sosial, penghentian bantuan tersebut sudah diberlakukan sejak Maret 2025, sementara sang nenek kini tinggal seorang diri dalam satu kartu keluarga karena anak-anaknya telah memiliki KK masing-masing.
Asriani menegaskan ibunya tidak mungkin terlibat dalam aktivitas judi online karena bahkan tidak terbiasa menggunakan ponsel dan hanya memakai perangkat tersebut untuk menerima telepon keluarga.
"Ibu saya bahkan tidak tahu cara menggunakan HP dengan baik, bagaimana bisa melakukan judi online?" ucapnya dengan nada heran.
Koordinator PKH Kabupaten Takalar, Achmad Kahar, menjelaskan bahwa sistem pusat mendeteksi aktivitas judi online berdasarkan penelusuran nomor induk kependudukan, nomor HP, serta alamat email yang terhubung dengan akun-akun tertentu yang terindikasi.
"Kalau data itu dipakai untuk aktivitas terkait judi online, sistem pusat akan otomatis membacanya sebagai pelanggaran," ujar Achmad seraya mengingatkan pentingnya mengamankan data pribadi.
Ia juga meminta masyarakat lebih waspada terhadap kemungkinan penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, baik dari lingkungan sekitar maupun orang yang memiliki akses terhadap kartu identitas atau nomor ponsel.
"Jangan sampai data kita digunakan untuk hal-hal menyimpang seperti ini," katanya memberi imbauan.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial dan PMD Kabupaten Takalar, Andi Rijal Mustamin, menegaskan bahwa warga memiliki hak untuk mengajukan sanggahan atas keputusan pencabutan bantuan melalui mekanisme resmi yang sudah disediakan oleh pemerintah.
Proses sanggah tersebut mewajibkan pembuatan surat pernyataan dari Dinas Sosial yang menyatakan bahwa penerima manfaat benar-benar dalam kondisi miskin dan tidak melakukan aktivitas judi online, untuk kemudian diteruskan ke Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial.
Namun, proses itu membutuhkan dukungan dari pemerintah desa melalui Surat Keterangan (SK) 80 yang menjadi dasar administratif bahwa warga tersebut layak menerima bantuan kembali.
"Kalau SK 80 sudah ada, maka bisa diajukan sanggahan secara resmi," ujar Rijal menegaskan mekanisme itu harus dilalui sesuai prosedur.
Untuk layanan BPJS gratis, ia menyebutkan bahwa kini pembiayaannya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), bukan lagi dari APBN, sehingga warga yang ingin mendapatkan kembali hak tersebut harus membuat akun BPJS baru sesuai regulasi terbaru.
"Harus melalui mekanisme baru, karena sekarang dananya dari APBD, bukan APBN lagi," ucapnya menjelaskan perubahan alur layanan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]