WahanaNews.co | Fenomena
sumur dibor yang menyemburkan air dengan kuat terjadi dua kali dalam sepekan.
Semula, sumur bor mengeluarkan gas terjadi di Sumenep. Selang satu hari, sumur
bor mengeluarkan air terjadi lagi di Bojonegoro.
Baca Juga:
Komponen Penting Baterai Kendaraan Listrik, Harta Karun Langka RI Incaran Asing
Pakar Geologi asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya, Dr Amien Widodo menyebut dua fenomena semburan air tersebut merupakan
air formasi. Di dalamnya juga mengandung gas yang mudah terbakar.
"Namanya air formasi yang sudah lama sekali tersimpan
di dalam tanah dan umumnya mengandung gas methan yang mudah terbakar dan
sulfur," kata Amien, Sabtu (28/8/2021).
Tak hanya itu, Amien menyebut air bisa masuk ke dalam
lapisan tanah dan ikut terproduksi bersama minyak dan gas.
Baca Juga:
Ahli Geologi Ungkap Merkurius Makin Mengecil
"Jadi secara geologi, di Jawa Timur itu di bawah tanah
sana, lapisannya berlapis-lapis, berlipat-lipat, melipat melengkung-melengkung.
Jadi kalau air itu meresap, otomatis akan masuk, ada yang di permukaan ada yang
di dalam. Tersimpan di lapisan yang melipat-lipat tadi," tambahnya.
Warga Desa Mandala, Kecamatan Rubaru membuat sumur bor
sebagai sumber air bersih. Namun malah mengeluarkan gas dan ketika disulut
langsung menyala.Sumur bor di sumur mengeluarkan gas/ Foto: Ahmad
Rahman/detikcom
Amien menambahkan ada sejumlah dugaan penyebab terjadinya
semburan sumur.
"Ini ada dua kejadian, jadi pertama memang dia artesis
karena dia air tanah yang di dalam tadi itu bertekanan tinggi. Apakah daerahnya
yang datar, atau di daerah pegunungan? Biasanya kalau dekat gunung, air
masuknya dari gunung tadi kan bertekanan. Jadi kalau dicoblos di datarannya
akan nyemprot ke atas, itu namanya (Sumur) artesis," papar Amien.
"Tapi artesis yang kedua, dia bisa naik karena didorong
oleh gas. Kan airnya bau belerang," imbuhnya.
Tak hanya itu, Amien mengatakan air formasi ini tak hanya
mengandung sejumlah gas, tapi ada yang mengandung garam, yang menjadikan
rasanya asin. Jika air formasi ini berada di lapisan dangkal, Amien menambahkan
semburan tak akan berlangsung lama karena gasnya akan lebih cepat habis. Hal
ini juga berlaku sebaliknya.
"Kalau itu nanti misalnya dia hanya di posisi formasi
atau lapisan yang dangkal, mungkin hanya nggak sampai seminggu sudah habis dia,
karena gasnya habis. Tapi kalau itu ada di daerah formasi atau lapisan yang
lebih dalam. Maka dia bisa lama sekali," imbuh Amien.
Di kesempatan ini, Amien menyebut fenomena semburan ini
merupakan hal yang biasa. "Itu biasa, di daerah Jatim itu biasa karena
Jatim daerah cekungan minyak dan gas bumi yang sangat luas daerahnya sampai
Bojonegoro," pungkas Amien. [rin]