WahanaNews.co | Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ikut merespons soal
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, diberi gelar sebagai "Pahlawan Transportasi" oleh Transformative Urban
Mobility Initiative (TUMI).
MTI merupakan organisasi profesi yang terdiri atas para pakar, akademisi, praktisi, dan birokrat di
bidang transportasi, yang berkehendak dan bertekad
mendukung dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pembangunan transportasi
nasional yang berkelanjutan.
Baca Juga:
PKS Ogah Jagokan Anies di Pilgub DKI, Ini 3 Alasannya
Menurut Wakil Sekjen MTI, Deddy Herlambang, predikat "Pahlawan Transportasi" yang diberikan kepada Anies terlalu
berlebihan.
Sebab, menurutnya, menata transportasi
memerlukan waktu yang panjang.
Sebelum sistem transportasi di Jakarta
sebagus sekarang, banyak tokoh lain yang terlibat di dalamnya, bukan hanya
Anies.
Baca Juga:
Dicampakkan Partai Pengusungnya, Bagaimana Nasib Anies?
"Kalau predikat Pahlawan Transportasi, saya pikir terlalu berlebihan. Karena, menata transportasi tidak cukup hanya 1-2 tahun. Memerlukan
waktu puluhan tahun," ujar Deddy kepada wartawan, Sabtu
(6/2/2021).
Salah satu alasan TUMI memasukkan nama
Anies Baswedan ke daftar 21 Heroes 2021
di bidang transportasi adalah Anies dinilai bagus dalam memimpin terbangunnya
sistem transit di Jakarta.
Menurut Deddy, hal itu sebenarnya
sudah dipikirkan oleh tokoh-tokoh lain sebelum Anies menjabat.
"Kita mengabaikan para senior
pendahulunya. Bang Yos berhasil membangun dengan Busway/BRT TJ sejak 2003, Foke membentuk lembaga MRT 2008, Jokowi
yang membangun MRT 2013, lalu penataan stasiun-stasiun dan jalur
sepeda sejak 2014, sejak zaman Ahok, saya juga terlibat
pembahasannya," katanya.
Lalu, indikator
keberhasilan membangun transportasi juga harus menghitung, seberapa banyak masyarakat beralih ke transportasi publik.
"Keberhasilan transportasi hanya satu indikatornya, berapa banyak pengguna kendaraan
pribadi shifting ke angkutan umum. Semisal, kalau
sekarang di Jakarta modal share
angkutan umum baru di bawah 20 persen, kalau meningkat 100 persen atau 2 kali dari exiting, bisa jadi 40 persen, bisa dikatakan berhasil penataan
transpotasinya. Kalau banyak membangun tapi belum ada yang gunakan, buat
apa?" katanya.
Di sisi lain, Deddy meragukan
kredibilitas TUMI. TUMI, kata Deddy, ternyata bukan lembaga internasional.
"Sebenarnya, kita cek dulu kredibilitas TUMI itu dulu. Saya lihat kriterianya
tidak tepat untuk penataan transportasi," imbuhnya.
"TUMI, saya
pribadi baru tahu. Baru-baru
ini saja, setelah ada info penghargaan ini. Ternyata TUMI ada di Jerman, bukan
lembaga internasional, karena tidak punya anggota dari LSM dunia yang
independen. Lembaga dunia transportasi, NGO internasional, yang dikenal hanya IFRTD dan EASTS,"
timpalnya.
Meski begitu, Deddy tetap mengakui
kerja Anies Baswedan, terutama terkait pembangunan
integrasi antarmoda di Stasiun Tanah Abang dan Senen.
"Saya pikir, capaian Pak AB saat ini membangun koneksi fisik/integrasi
antarmoda di Stasiun Tanah Abang dan Senen. Tapi,
sebenarnya, yang (seharusnya) mendapatkan penghargaan adalah organisasinya, bisa Dishub atau Dinas PU-nya," pungkasnya. [dhn]