WahanaNews.co | Kepedihan terasa di tengah dinginnya malam di Dusun Glendongan, Padukuhan Tambakbayan, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Seorang warga setempat, Tri Fajar Firmansyah (23), meninggal dunia akibat dianiaya oleh sekelompok orang saat terjadinya kericuhan antarsuporter pada 25 Juli 2022 lalu.
Baca Juga:
Mahasiswa Lompat dari Lantai 11 Hotel Porta, UGM Berduka
Fajar, begitu ia kerap disapa, sempat mengalami kritis.
Kepala belakangnya mengalami luka akibat benda tumpul, menurut keterangan polisi.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Fajar yang merupakan suporter klub PSS Sleman itu dilarikan ke RSPAU Dr S Hardjolukito.
Baca Juga:
Jatuh dari Lantai 11 Hotel, Mahasiswa UGM Tewas
Nasib tidak ada yang tahu, 8 hari di rumah sakit, Fajar meninggalkan dunia selama-lamanya.
“Fajar itu tidak ikut tawuran, ya. Dia memang menemani juru parkir (jukir) di Mirota Babarsari itu, Mas Imam,” kata Amin, seorang tetangga yang juga teman dekat Fajar, kepada wartawan, Selasa (2/8/2022) malam.
Amin, meski berusia lebih tua, sudah mengenal Fajar sejak kecil.
Mereka tumbuh bersama di Dusun Glendongan itu.
Maka, kematian Fajar cukup membuatnya kaget, karena kurang lebih tiga puluh menit sebelum dianiaya, mendiang masih bertemu dengan Amin.
“Papasan saja di jalan. Saya tanya, mau ke mana, dari mana. Alasan dia mau ke daerah itu karena mau jaga biar rombongan (suporter) tidak masuk ke kampung,” ceritanya, detail.
Pekerjaan Fajar yang sebenarnya adalah seorang mitra ojek online.
Ia sering bekerja sampai malam, demi memenuhi kebutuhan pribadi.
Saat kejadian pengeroyokan, Fajar apes.
Padahal, niat hatinya hanya ingin menemani kawan jukir, malah dia menjadi korban aniaya.
“Fajar itu memang dikenal baik. Kenapa dia mau jaga kampung? Karena dari kasus sebelumnya, rombongan itu masuk ke kampung, ngelemparin orang sini,” tutur Amin.
Kisah itu dibenarkan oleh Taufiq, teman Fajar lainnya yang juga merupakan warga setempat.
Sebelumnya, pernah ada kasus rombongan suporter bola yang masuk ke perkampungan dan melempar batu ke rumah dan orang-orang yang ada di kampung.
“Kalau yang rusuh sebelumnya ditangkap Provos AU. Ini kemarin untung gak masuk kampung,” tambahnya, menimpali.
Amin dan Taufiq mengira-ngira, setidaknya ada 50 motor rombongan berboncengan yang melintas di Jalan Adisucipto, berbatasan langsung dengan daerah Tambakbayan.
“Nah, Fajar itu inginnya memantau, biar tidak terjadi kayak sebelumnya, biar rombongan gak masuk ke kampung. Kadang dari sana masuk gitu ke kampung dan lemparin batu,” tutur Amin lagi.
Saat itu, Fajar dan Imam hanya berdua berada di area parkir sebelah timur Mirota Babarsari.
“Ya mungkin memang sudah jalannya. Fajar itu orang baik betul. Gak aneh-aneh dia, gak ikut tawuran tapi malah jadi korban,” papar Amin.
Setelah insiden pengeroyokan, Taufiq segera dihubungi kawan-kawannya untuk menjenguk Imam dan Fajar di masing-masing rumah sakit.
Imam berada di Rumah Sakit Islam Yogyakarta (RSIY) PDHI.
Sedangkan, Fajar sudah ada di RSPAU Dr S Hardjolukito.
“Kami bagi dua tempat, ada yang jaga Fajar, ada yang jaga mas Imam. Kami kondisikan masing-masing dulu. Mas Imam itu juga orang Tambakbayan, belakang Atma (UAJY),” timpal Taufiq.
Usut Tuntas
Amin dan Taufiq tak berharap banyak.
Namun, jika pun boleh meminta, mereka ingin kasus ini diselesaikan dengan tuntas.
Pengeroyok harus dihukum setimpal, karena sudah menghilangkan nyawa pemuda yang tak bersalah.
Fajar adalah anak terakhir.
Dua kakaknya juga tinggal di daerah Tambakbayan, dan tentu menjadi anak kesayangan orangtua.
“Kita berharap kasus ini naik. Jangan kayak sebelumnya, berhenti di tengah jalan, tidak ada perkembangan. Harus tuntas diselesaikan,” ucap Amin.
Fajar harus menjadi korban pertama dan terakhir dari bentrok antarsuporter sepakbola.
Tidak ada olahraga yang sangat bernilai hingga menghilangkan nyawa penggemar setianya. [gun]