WahanaNews.co | Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengingatkan dampak buruk yang bisa timbul akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) , dan tengah menyerang ribuan ekor ternak sapi di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Lamongan di Jawa Timur (Jatim).
Apalagi Jatim merupakan provinsi dengan populasi sapi terbanyak sekitar 4,9 juta ekor dari total populasi nasional sekitar 19 juta ekor.
Baca Juga:
24 Desa di Gunung Mas Terima Insentif dari Pemerintah Pusat Karena Kinerja Baik
“Kejadian penyakit mulut dan kuku (PMK) ini membuat populasi sapi akan turun. Selain karena mati, nanti salah satu proses untuk menangani ini adalah dimusnahkan."
"Bisa jadi akan terjadi panic selling, harga dibanting, sehingga dampaknya harga sapi di Jawa Timur akan turun. Ujung-ujungnya akan memukul bukan hanya peternak, tetapi juga ekonomi Jatim secara keseluruhan,” kata Khudori, Minggu (8/5/2022).
Akibat wabah penyakit mulut dan kuku ini, pergerakan di empat wilayah di Jatim juga diperketat, sehingga membuat kegiatan ekonomi sulit berjalan.
Baca Juga:
Menkeu Sri Mulyani Perketat Buka Rekening Bank, Simak Aturan Terbarunya
Sebab bila pergerakan ternak tidak dikendalikan, ada potensi besar wabah penyakit mulut dan kuku meluas ke wilayah-wilayah lain. Apalagi penyakit ini bisa menular lewat udara.
Sedangkan untuk wilayah konsumen, terutama Jabodetabek dan Bandung Raya yang bergantung pada pasokan dari Jawa Timur, Khudori mengatakan wabah penyakit mulut dan kuku ini juga akan membuat harga sapi melonjak tinggi lantaran pasokan yang berkurang.
“Wabah penyakit mulut dan kuku membuat populasi secara nasional akan turun. Artinya harus dipasok atau disubstitusi dari impor, sehingga kemungkinan impor daging juga akan meledak,” kata Khudori.