WahanaNews.co | Pimpinan Pondok Pesantren Modern Gontor 1 Ponorogo Akrim Mariyat tidak tertarik untuk ikut berkomentar soal kasus kematian santri berinisial AM asal Palembang akibat dianiaya temannya.
Akrim pun enggan berbicara lebih jauh soal surat kematian palsu.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Permasalahan ini bukan urusan saya, nanti ada pembicara khusus. Jadi kami mempunyai tim dan juru bicara sendiri terkait (kasus) ini," ujar Akrim usai berziarah ke makam AM di TPU Sungai Selayur Palembang, Jumat (9/9/2022).
Akrim juga enggan mengomentari dugaan upaya menutupi kasus karena surat kematian AM yang diberi keterangan 'meninggal dunia akibat sakit tidak menular'.
Ia hanya mengatakan jajarannya berhubungan baik dengan keluarga korban.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Dengan keluarga (AM) akan terus berhubungan baik kita membina hubungan baik dengan keluarga yang di sini," kata Akrim.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Ponorogo Nikolas Bagas Yudhi Kurnia mengatakan pihaknya masih fokus dalam menyelidiki kasus penganiayaan terhadap santri AM.
Sementara itu, jajarannya disebut belum menyelidiki dugaan pemalsuan surat keterangan kematian.
"Saat ini fokus penyelidikan di pengungkapan kasus dugaan penganiayaannya terlebih dahulu. (Terkait surat keterangan kematian palsu) belum ke situ," ujar Nikolas, Kamis (7/9/2022), di Palembang.
Pengacara keluarga AM, Titis Rachmawati, pada Selasa (6/9) memperlihatkan surat keterangan kematian almarhum AM.
Surat keterangan kematian itu berkop surat RS Yasyfin Darussalam Gontor dan ditandatangani dokter Muckhlas Hamidy pada tanggal 22 Agustus. Surat tersebut bernomor 007/RSYD-SKM/VIII/2022.
Dalam surat tersebut, AM dinyatakan meninggal dikarenakan sakit pada pukul 06.45. Tidak ada rincian mengenai penyakitnya.
Selain surat tersebut, juga dilampirkan surat keterangan kematian karena penyakit tidak menular yang sama-sama ditandatangani dokter Mukhlas Hamidy.
Titis mengatakan surat itu diberikan langsung oleh seseorang yang mengaku sebagai perwakilan dari pihak Gontor saat penyerahan jenazah di Palembang, Selasa (23/8) lalu, sehari setelah kematian AM.
Ibu kandung AM, Soimah, tak percaya dengan meninggalnya AM karena sakit lalu memaksa membuka peti jenazah.
Saat dibuka, kondisi jenazah tak seperti orang sakit melainkan banyak ditemukan luka lebam dari kepala hingga dada dengan beberapa bercak darah.
Setelah itu, pihak Gontor gontor mengakui bahwa AM meninggal karena menjadi korban penganiayaan.
"Keluarga AM menyesalkan sikap pihak Pesantren Gontor yang terkesan menutupi peristiwa sebenarnya yang menyebabkan putra sulung Ibu Soimah meninggal," kata Titis.
"Ada hal yang tak konsisten ketika awal mengatakan anaknya meninggal karena sakit. Ketika mereka memaksa membuka jenazah melihat kondisi, baru mengaku ternyata dianiaya. Jadi terkesan ditutupi," ujarnya. [rin]