WahanaNews.co
| PC, Bussines Manager PT Kimia Farma yang berkantor di Jalan RA Kartini,
Medan, Sumatera Utara, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama 4 orang
pegawainya, menjelaskan bahwa praktik daur ulang stik swab antigen yang
digunakan di Bandara Internasional Kualanamu dilakukan sejak Desember 2020.
Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra
Simanjuntak, menyebut, dalam sehari rata-rata ada 100-200 orang yang menjalani
tesusapantigen untuk perjalanan udara.
Baca Juga:
Hari Terakhir PON XXI: Dishub Sumut Mobilisasi Ribuan Atlet dan Official
Saat konferensi pers di Mapolda Sumut, Rabu
(29/4/2021) sore, Kapolda menjelaskan, para pelaku memproduksi, mendaur ulang,
stik untuk swab antigen.
Stik ini oleh para pelaku dikumpulkan, kemudian
dicuci kembali, dibersihkan dengan cara mereka sendiri, lalu dikemas ulang, dan
digunakan oleh para pelaku untuk melakukan tes swab di Bandara Kualanamu.
Dijelaskannya, para pelaku dapat melakukan daur
ulang rapid test antigen atas perintah Kepala Kantor Wilayah atau Bussines
Manager PT Kimia Farma Solusi yang ada di Kota Medan, dan bekerjasama sesuai
kontrak dengan pihak Angkasa Pura II dalam rangka melaksanakan tes swab antigen
kepada para penumpang yang akan melaksanakan perjalanan udara.
Baca Juga:
Pelepasan Jemaah Calon Haji Kabupaten Paluta: Pengunjung Asrama Haji Embarkasi Medan Menuju Bandara Kualanamu
"Setiap kali melakukan ini (tes swab
biayanya) adalah Rp 200.000 dengan perjanjian kerjasama antara pihak PT Angkasa
Pura dan PT Kimia Farma. Mereka membagi hasil, tetapi yang melaksanakan
pemeriksaan di sana adalah para pelaku yang bekerja di bidang itu di kantor
Kimia Farma," katanya.
Kepala Kantor Wilayah atau Bussines Manager
yang ditunjuk saat ini adalah pejabat sementara di kantor Kimia Farma Medan, di
Jalan RA Kartini.
Setelah mereka didatangi pihak konsumen atau
masyarakat yang akan melaksanakan perjalanan udara, didaftarkan untuk dilakukan
tes swab dengan menggunakan stik yang sudah didaur ulang.
Menurutnya, proses daur ulang itu tidak
memenuhi syarat kesehatan dan standar data yang dipersyaratkan oleh UU tentang
Kesehatan.
Stik bekas yang digunakan tersebut dipergunakan
kembali untuk melakukan pemeriksaan kepada konsumen, kemudian hasilnya oleh
para pelaku dibuatkan surat keterangan.
"Selanjutnya, apakah dia reaktif atau
tidak, kembali kepada mereka yang melaksanakan tes swab tersebut. Dari hasil
pengungkapan yang dilakukan oleh teman-teman jajaran Ditreskrimsus Polda Sumut,
kegiatan ini, atau daur ulang ini, sudah dilakukan oleh pelaku sejak bulan
Desember tahun 2020," katanya.
Dari hasil penyelidikan, kegiatan tersebut
dilakukan PC, selaku Bussines Manager atau pelaksana tugas kepala Kantor
Kimia Farma yang ada di Kota Medan, dan dibantu oleh empat orang lainnya, yakni
DP, SP, MR, dan RN.
Mereka berempat dikoordinir oleh PC melakukan
daur ulang stik untuk digunakan kembali kepada masyarakat yang akan melakukan
tes swab antigen di Bandara Kualanamu.
Menurutnya, semua kegiatan itu dilakukan di
Laboratorium Kimia Farma di Jalan RA Kartini oleh para pelaku.
Setelah didaur ulang, stik rapid test antigen
itu kemudian dibawa ke Bandara Kualanamu tempat penumpang meminta tes swab
untuk bepergian.
"Dari hasil penyelidikan ini, Polda Sumut,
khususnya jajaran Ditreskrimsus, menetapkan 5 orang tersangka di bidang
kesehatan, yaitu PC, DP, SOP, MR dan RN. Di mana PC selaku intelectual
leader yang menyuruh dan mengkoordinir tindak pidana tersebut,"
katanya.
Keuntungan Rp 1,8 Miliar
Panca menyatakan prihatin. Menurutnya,
perbuatan para pelaku ini bermotif mencari keuntungan.
Motif itu tidak terbantahkan dari hasil
penyidikan yang dilakukan.
Terhitung dari Desember, perkiraan Rp 1,8
miliar sudah masuk kepada tersangka. Hal tersebut masih didalami.
"Yang jelas, ini barang buktinya ada Rp
149 juta dari tangan tersangka. Dan yang jelas, 1 hari ada 100-150 dan 200
penumpang yang ikut melakukan tes swab ini. Kalau hitung 100 saja, kali 90
hari, sudah ada 9.000 orang," katanya.
Dalam kasus ini, para pelaku dikenai Pasal 98
ayat (3) Jo pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1
miliar jo Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda Rp 2 miliar. [qnt]