WahanaNews.co | Usulan perubahan rencana penerimaan pendapatan daerah tahun 2022 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh Bupati Halmahera Tengah, Edi Langkara, ditolak sejumlah anggota DPRD.
Penolakan itu terjadi dalam rapat yang digelar Badan Anggaran (Banggar) DPRD Halteng, dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Halteng, pada Sabtu (19/2/2022).
Baca Juga:
Aktivitas Tambang Halmahera Diduga Cemari Sungai
Anggota Banggar DPRD Halteng, Aswar Salim, kepada wartawan menegaskan, usulan Bupati dalam perubahan rencana penerimaan di struktur pendapatan dan belanja APBD 2022 wajar untuk ditolak.
Sebab, kata ia, ada beberapa alasan yang tak rasional.
“Status APBD saat ini harusnya sudah selesai dievaluasi di provinsi. Bukan malah Pemda terkesan memaksakan agar ada penambahan dalam struktur pendapatan dan belanja APBD yang akhirnya memperlambat kerja pemerintah daerah dalam realisasi APBD Tahun 2022,” jelas Aswar.
Baca Juga:
Berkat Program Light Up the Dream, Dua Warga Kurang Mampu di Malut Bisa Nikmati Listrik
Menurutnya, secara prosedur, usulan ini harusnya dimasukan pada APBD Perubahan.
Bukan pada APBD yang sudah disahkan pada tanggal 27 November 2021.
“Jika usulan pemerintah daerah diterima, potensi defisit akan membengkak. Defisit yang sebelumnya di angka Rp 110.433.584.437.00 akan berubah menjadi Rp 210.433.584.437.00, karena memasukan usulan penerimaan pendapatan sejumlah Rp 501.000.000.00,” ucapnya.
Namun, sikap penolakan ia dengan tiga rekannya, Sakir Ahmad, Ahlan Djumadil, dan Usman Tigedo, tak membuahkan hasil.
Sebab, lebih banyak anggota DPRD yang menyetujui ususlan pemerintah itu, mereka di antaranya Hayun Maneke, Kabir Kahar, Munadi Kilkoda, Nuryadin Ahmad, Asrul Alting, Zarkasi Zainudin, dan Zulkifli Alting.
“Kami kalah dalam voting. Dan, Ketua DPRD Sakir Ahmad telah mengetok palu untuk menerima usulan perubahan pendapatan oleh Bupati Halmahera Tengah,” kata Aswar.
Kendati begitu, Aswar dan tiga rekannya tak tinggal diam atas sebagian rekan anggota DPRD yang menerima usulan tersebut.
Mereka masih akan menyurat ke Gubernur Maluku Utara dan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri terkait masalah tersebut.
“Kami anggap ini tidak sesuai Permendagri No. 27 Tahun 2021 tentang pedoman penyusunan APBD dan PP No 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” paparnya.
Usulan Pemda itu bersumber dari potensi penerimaan daerah, realisasi kontribusi pajak dari PT IWIP sejumlah Rp 501.000.000, yang terdiri dari pajak/retribusi maupun DBH/Royalti, yang tertuang dalam surat penyampaian realisasi kontribusi pajak dari PT IWIP.
“Ini tidak bisa menjadi dasar untuk dimasukkan oleh Pemda. Karena DBH harus ditetapkan Pemerintah pusat melalui Perpres dan PMK baru bisa dimasukkan, bukan berdasarkan surat dari PT IWIP. Anehnya, DBH tidak dimasukkan pada komponen pendapatan transfer Pemerintah Pusat, justru masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah,” beber Aswar.
Selain itu, tambah Aswar, pendapatan yang bersumber dari PT IWIP pun tidak dicantumkan secara detail, item apa saja yang akan dibelanjakan oleh Pemerintah Daerah, karena draft rincian usulan perubahan pendapatan pihaknya tidak menemukan penjelasan kegiatan dan rinciannya. [gun]