WahanaNews.co | Berembus
kabar, Pemerintah Belanda bakal
memulangkan berlian Banjarmasin,
yang diambilnya
dari Kesultanan Banjar pada masa penjajahan.
Sebelum kabar itu
terdengar, Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan mengklaim sudah sejak
tahun 2009 meminta agar berlian
itu dikembalikan.
Baca Juga:
Memanas, Sekelompok Orang Mengaku PT RBU Blokade Stockpile Coal Hauling Road MTN-PKP2B BUMD Baramarta Banjar Kalsel
Permintaan serupa
juga dilakukan untuk pusaka Kesultanan Banjar lainnya yang kini masih ada di
Negeri Kincir Angin.
Hanya saja,
Perwakilan Kesultanan Banjar, Ahmad Fikri Hadin, mengatakan, sejak permintaan itu
dilayangkan, Pemerintah Belanda belum mengabulkannya.
"Alasan Belanda
tidak mau memulangkan,
karena Kesultanan Banjar sudah tidak ada lagi," kata Ahmad Fikri Hadin, saat dikonfirmasi
wartawan, Jumat
(23/10/2020).
Baca Juga:
Kronologi Kasus Jurnalis Dibunuh TNI AL di Kalsel Versi Pengacara
Padahal, menurut
Fikri, Pemerintah Belanda memang sudah seharusnya mengembalikan berlian
tersebut,
karena asal benda peninggalan itu memang milik Kesultanan Banjar.
Sejarawan dari
Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Mansyur, mengatakan, berlian Banjarmasin
adalah rampasan perang.
Batu mulia itu
semula adalah milik Sultan Adam Al-Watsiq Billah, putra dari Sultan Sulaiman
Saidullah II,
yang berkuasa di Banjarmasin pada 1825 sampai 1857.
Karena itu,
Kesultanan Banjar mengenal berlian itu dengan nama Intan Sultan Adam.
Ketika Kesultanan
Banjar takluk oleh Belanda, beberapa harta kesultanan diambil sebagai rampasan
perang.
Ketika itu, Sultan
Adam meninggal dunia dan Belanda ikut campur dalam suksesi pengangkatan Sultan
yang baru,
sampai akhirnya menguasai Banjarmasin dan sekitarnya dengan kekerasan.
Tidak hanya merampas
benda-benda pusaka kesultanan, Belanda juga ternyata menghapuskan atau
membubarkan sistem Kesultanan Banjar,
dan tidak lagi mengakuinya.
"Dari yang kami
pelajari,
dan dari catatan-catatan yang ada, memang setelah takluk, ada beberapa pusaka
kesultanan yang dirampas Belanda. Setelah itu, Kerajaan Banjar juga dihapus
oleh Belanda," jelas Mansyur kepada
wartawan, beberapa waktu
lalu.
Saat ini, ujar
Mansyur, intan Sultan Adam masih dipajang di Museum Rijks di Kota Amsterdam, dan telah berada di sana selama
hampir dua abad.
"Intan Sultan
Adam sudah berada di Rijks Museum sejak tahun 1875, artinya hanya 15 tahun
setelah Kesultanan Banjar dibubarkan oleh Belanda. Intan itu dibawa bersama
dengan benda-benda pusaka lainnya," jelasnya.
Untuk ukuran besar
dan karatnya,
banyak versi yang berkembang. Namun,
yang paling diyakini oleh para sejarawan adalah 103 karat sebelum diasah dan
dipotong.
"Memang banyak
versi berbeda, tetapi banyak yang menganut bahwa intan 103 karat itu memang
milik Sultan Adam," bebernya.
Jika memang intan
itu betul-betul akan dikembalikan ke tanah Banjar, maka Mansyur mewanti-wanti
agar ada museum yang mampu merawat benda pusaka tersebut.
Dia pun khawatir, ketika intan itu benar-benar
dikembalikan ke Banjarmasin, akan ada banyak klaim, baik dari para keturunan
Kesultanan Banjar maupun dari Pemerintah Provinsi Kalsel sendiri.
Selain berpotensi
menimbulkan saling klaim, Kesultanan Banjar sampai saat ini tidak memiliki
keraton, apalagi sebuah museum.
"Kesultanan
tidak memiliki museum, tiruan keraton saja baru mau dibangun ini. Jadi memang
untuk saat ini tidak ada museum yang representatif untuk menyimpan benda dengan
nilai sejarah yang luar biasa itu. Harganya juga mahal," tegasnya.
Simbol
Kesultanan Banjar
Daerah Kesultanan
Banjar,
sejak dulu,
dikenal sebagai penghasil intan. Mansyur
mengatakan, hampir semua benda pusaka Kesultanan Banjar bertaburkan berlian
beraneka warna. Beratnya rata-rata lebih dari 4 karat.
Intan-intan itu
dihasilkan dari masyarakat yang menggarap atau mendulang di tanah para
bangsawan kesultanan.
Jika intan yang
dihasilkan seberat 4 karat, maka wajib dijual kepada pemilik tanah dengan
sistem bagi hasil.
"Sedari dulu, memang Kesultanan Banjar
penghasil intan. Jadi,
tanah para bangsawan didulang oleh masyarakat. Syaratnya, intan yang dihasilkan wajib
dijual ke para bangsawan pemilik tanah. Pemilik tanah juga mendapat hasil
sepertiga dari taksiran harga intan. Itu berlaku pada era abad ke-14 sampai abad ke-19," jelas Mansyur.
Ada dua daerah yang
disebut Mansyur sebagai penghasil intan terbaik pada waktu itu, yakni Riam
Kanan dan Riam Kiwa,
yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Banjar.
Intan yang
dihasilkan dari kedua daerah itu disematkan pada mahkota-mahkota Sultan Banjar
secara turun temurun.
"Ini
menunjukkan hasil pendulangan intan yang dikerjakan orang Banjar menghasilkan
intan berlian yang memiliki mutu yang tinggi. Mahkota Sultan Banjar bertaburkan
intan berlian berwarna merah, biru, hijau, dan putih cemerlang. Intan
berlian itu hasil dari bumi Sultan Banjar sendiri, yakni pada kawasan Riam
Kanan dan Riam Kiwa," papar Mansyur.
Selain disematkan
pada mahkota, intan yang dihasilkan juga disematkan pada senjata-senjata para
sultan,
seperti keris, tombak, dan lainnya.
Masyarakat Banjar
pun meyakini,
Intan Sultan Adam yang masih
berada di Museum Rijks, Amsterdam Belanda, itu merupakan salah intan terbaik
yang pernah dimiliki Kesultanan Banjar. [dhn]