WahanaNews.co | Sejumlah sopir angkutan kota di Jakarta mengaku kesal dengan adanya kasus pelecehan seksual di dalam angkot karena menyebabkan penumpang semakin sepi.
Salah seorang sopir angkutan kota jurusan Kampung Rambutan-Depok, Amin mengatakan dengan adanya kasus seperti itu bisa menjadikan semakin berkurangnya jumlah penumpang angkot yang beralih ke transportasi lain.
Baca Juga:
Jadi Loveable City, IKN Bakal Dilengkapi Taksi Terbang dan Angkot Tanpa Sopir
“Ya kesal juga sih, kan jadi buat tambah sepi penumpang mereka nanti bisa pindah ke online, udah sepi makin sepi lagi,” ujar Amin di Jakarta, Rabu (13/7).
Amin juga mengatakan dirinya dan beberapa sopir lain juga sudah berupaya menjaga penumpang agar merasa aman, namun harus ada saling jaga dan mengingatkan antar penumpang agar hal seperti ini tidak terjadi.
“Kalau saya jaganya paling kalau melihat ada yang gelagatnya aneh-aneh paling saya langsung liatin dari spion tengah ini, biasanya nanti yang diliatin jadi risih atau malu,” tuturnya.
Baca Juga:
Sopir Tewas Terjepit Usai Mopen vs. Angkot Adu Banteng
Senada dengan Amin, sopir angkutan kota lainnya, Hendri mengatakan sulit mengetahui hal yang terjadi dengan penumpang jika kondisi kendaraan dalam keadaan penuh, dirinya hanya bisa mengetahui jika ada penumpang yang menyampaikan peristiwa yang terjadi.
“Susah juga karena sambil nyetir juga, paling kalau penumpangnya teriak atau kasih tau ke kita ada apa baru kita bantu apa yang bisa,” ujar Hendri.
Praktisi Transportasi yang juga Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang menuturkan belum ada aturan jelas dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) khusus angkutan perkotaan untuk mencegah pelecehan atau kekerasan seksual di dalam angkot.
“Dalam SPM sendiri belum ada mengenai hal ini, untuk permasalahan itu sudah ada Undang-undang yang mengatur, jadi sebaiknya ada penegakan hukum yang jelas dan menimbulkan efek jera untuk para pelaku pelcehan di angkot,” tutur Deddy.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana memisahkan gender penumpang angkutan umum untuk mencegah terulang kembalinya kasus pelecehan di dalam angkutan umum.
Namun, Dishub DKI Jakarta membatalkan rencana pemisahan tersebut dan menggantinya dengan membentuk Pos Sapa yakni Sahabat Perempuan dan Anak di moda transportasi melalui nomor aduan di 112.
Saat ini, layanan Pos Sapa sudah ada di 23 halte TransJakarta, 13 stasiun MRT dan enam stasiun LRT Jakarta serta rencananya juga merambah angkutan kota. [rin]