WahanaNews.co | Polisi menahan ASN berinisial SK (55), usai terlibat kasus mafia tahan di wilayah Kecamatan Pedan, Klaten, Jawa Tengah. Warga Kecamatan Kartasura, Sukoharjo itu ditetapkan sebagai tersangka bersama EP (52) rekannya.
KBO Satreskrim Polres Klaten Iptu Eko mengatakan, kasus mafia tanah tersebut terjadi dalam kurun waktu bulan Januari hingga Juli 2017. Namun kasus tersebut baru dilaporkan ke Polres Klaten pada 17 Januari 2020.
Baca Juga:
Kominfo RI Perluas Jaringan Internet di Lima Desa Lereng Gunung Merapi
"Jajaran Polres Klaten berhasil melakukan pengungkapan target operasi (TO) Satgas Mafia Tanah sampai dengan pemberkasan dan sudah dianggap lengkap (P21) oleh JPU,” ujar Eko, saat konferensi pers di Mapolres Klaten, Selasa (18/1).
Eko mengatakan, awal mula kejadian yakni pada Januari 2017, saat PT Majuel berniat mencari tanah di Klaten untuk pengembangan pabrik garmen. Pihak PT Majuel kemudian meminta tolong kepada tersangka EP untuk memuluskan proses investasinya tersebut.
"Tersangka EP selanjutnya memberitahu kalau ada tanah seluas 325.661 meter persegi (blok 1 sampai 5) di daerah Desa Troketon, Kecamatan Pedan. Mr HM (WNA Korea) kemudian cek lokasi dan setelah cocok disepakati harga Rp325 ribu per meter persegi,” ujar Eko.
Baca Juga:
Cerita Penjual Tahu Bakso di Klaten Bisa Naik Haji, Setelah 10 Tahun Menabung
Salah satu orang yang mengaku sebagai pemilik lahan, lanjut Eko, adalah tersangka SK. Dia mengatakan blok nomor 2 adalah miliknya, padahal pemilik sebenarnya adalah PS dan tanah tersebut saat ini sudah dibeli oleh HS.
"Saat di kantor notaris, tersangka SK mengatakan bahwa tanah blok nomor 2 adalah miliknya. Dinyatakan clean dan clear bisa ditransaksikan dengan PT Majuel. Sampai dengan Juli 2020, lahan selain milik SK sudah proses peralihan hak dan hanya blok nomor 2 milik SK saja yang belum padahal untuk uang pembayaran sudah diterima,” kata dia.
Kanit 2 Sat Reskrim Iptu AA Ngurah Made Pandu Prabawa menambahkan, tersangka SK awalnya sempat menjadi penampung rekening untuk pembayaran kelima blok tanah tersebut pada cicilan pertama dan cicilan kedua. Namun karena penyaluran kepada pemilik blok 1, 3, 4 dan 5 tersendat akhirnya transfer pembayaran dialihkan kepada tersangka EP.
"Oleh EP uang pembayaran untuk blok 2 juga tidak disalurkan sebagaimana mestinya. Dan akhirnya blok 2 tidak bisa terbeli. Akibat perbuatan kedua tersangka ini PT Majuel menderita kerugian sebanyak Rp 2.153.125.000,” kata Ngurah.
Polisi kemudian menetapkan EP dan SK sebagai tersangka. Keduanya dijerat pasal 378 KUHP atau 372 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 4 tahun. [qnt]