WAHANANEWS.CO, Lombok Tengah - Kepala Dusun Petak Daye I, Desa Beraim, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah, NTB, Syarifudin, menyampaikan permohonan maaf atas polemik yang muncul usai viralnya video pernikahan anak di wilayahnya.
"Saya sebagai Kepala Dusun memohon maaf atas kegaduhan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kami sudah berupaya semaksimal mungkin, namun apalah daya kami," kata Syarifudin, melansir Kompas.com, Minggu (25/5/2025).
Baca Juga:
Diduga Terkait Kasus Hukum, Jaksa dan Pegawai Kejari Deli Serdang Dibacok di Ladang Sawit
Menurutnya, tiga minggu sebelum video tersebut beredar, pihak desa telah mencoba memisahkan pasangan remaja yang hendak menikah.
Pengantin pria sebelumnya melarikan pengantin perempuan, yang disebut sebagai bagian dari tradisi merariq atau kawin culik.
Perempuan dalam video itu diketahui berusia 15 tahun dan masih duduk di bangku SMP, sementara laki-laki berusia 17 tahun dan telah putus sekolah sejak kelas 2 SMK.
Baca Juga:
Gotong Royong Bersama Aparatur Desa dan Warga Desa Dolok Sinumbah: Memperindah Lingkungan
Meski sudah dipisahkan, pasangan itu kembali kabur bersama ke Pulau Sumbawa selama dua hari dua malam.
"Keduanya kabur ke Sumbawa untuk menghindar supaya tidak dipisahkan lagi," ujar Syarifudin.
Setelah kembali ke Lombok, pihak dusun sempat menginformasikan bahwa si anak perempuan akan dikembalikan kepada keluarganya.
Namun orang tua si gadis menolak karena merasa anak mereka sudah dibawa lari.
Akhirnya, pernikahan dilangsungkan atas persetujuan orang tua.
"Kita sudah berupaya semaksimal mungkin untuk memisahkan, tapi keluarga perempuan tidak menerima karena sudah dibawa ke Sumbawa dua hari dua malam," jelas Syarifudin.
Ia juga mengakui bahwa budaya kawin culik masih sangat kuat di masyarakat pedesaan Lombok, terutama di kalangan suku Sasak.
"Kita di suku Sasak, lebih-lebih di bagian pedesaan, untuk perempuan yang dibawa ke luar, sanksinya memang harus nikah karena ada tradisi memaling atau kawin culik," ungkapnya.
Tradisi ini, menurutnya, masih dianggap sebagai kewajiban adat yang sulit ditinggalkan.
Meski sudah diimbau agar tidak menggelar acara adat secara berlebihan, warga tetap melangsungkannya.
"Kita juga sudah mengimbau jauh-jauh hari untuk tidak menggunakan acara kesenian saat melakukan proses adat nyongkolan, tetapi seolah-olah tidak didengar," tambahnya.
Sebelumnya, video pernikahan anak itu menjadi viral karena pengantin perempuan terlihat masih sangat kekanak-kanakan dan tidak mampu mengontrol emosinya selama prosesi.
Menanggapi kasus tersebut, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram telah melaporkannya ke Polres Lombok Tengah, termasuk kepada pihak-pihak yang diduga memfasilitasi pernikahan itu.
Kepala LPA Mataram, Joko Jumadi, menegaskan bahwa pernikahan anak di bawah umur merupakan pelanggaran hukum yang dapat dipidana hingga sembilan tahun penjara.
Larangan ini telah diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]