WahanaNews.co | Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata ribut dengan salah seorang warga di malam pergantian tahun.
Keributan tersebut terekam kamera pengawas atau CCTV yang kemudian beredar luas di masyarakat.
Baca Juga:
Naik Pitam, Pria di Makassar Bakar Rumah Mertua Usai Cekcok dengan Istri
Kejadian ini terjadi menjelang malam Tahun Baru 2023 di sekitar warung remang-remang di Blok Astana Buda, Desa Wonoharjo, Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (31/12/2022).
Dari video yang beredar, Bupati Pangandaran terlihat memarahi hingga terjadi percekcokan dengan salah seorang warga.
Saat terjadi percekcokan, tak lama satu warga tersebut adu jotos dengan satu anggota rombongan Bupati Pangandaran.
Baca Juga:
Viral Petinggi Partai Todongkan Pistol Gara-gara Uang Kampanye
Menurut Jeje, kejadian bermula saat ia sidak ke warung remang-remang yang sudah disegel tutup.
"Sekitar jam 11 malam, saya sidak ke situ (satu kafe atau warung remang-remang), terus masuk ke kafe yang buka dan bermain musik. Saya katakan kan kalian ditutup, kan belum ada putusan pengadilan apa-apa," ujar Jeje kepada sejumlah wartawan di halaman rumah kediamannya di Pangandaran, Minggu (1/1/2023).
Saat itu, mereka tidak bisa ngomong apa-apa. Kemudian sebagai pembinaan dan pembelajaran diambillah kendang dan organ musik.
"Terus, silakan hari Senin (2/1/2023) nanti kamu ambil di kantor Pemda Pangandaran. Itu hanya untuk mendapat pembinaan pengawasan," katanya seperti dikutip dari Tribun Jabar.
Namun, begitu ia mau sidak ke kafe atau warung remang-remang sebelahnya, ia melihat pintu segelnya sudah tersobek.
"Saya tanya ke pak keamanan di situ, siapa yang menyobek segel larangan warung remang-remang? Katanya, yang nyobek Ujang Bendo," ucapnya.
Menurut Jeje, Ujang Bendo tersebut bukan pemilik kafe. Ia merupakan preman yang membekingi warung remang-remang itu.
"Kemudian setelah saya cari Ujang Bendo, saya bertanya sambil saya marah, Jang, kenapa (segelnya) dibuka?"
"Katanya saya sudah dapat putusan pengadilan. Tapi, keputusan pengadilan yang mana? Malah suruh saja tanya ke Satpol PP."
"Saya bilang oke, saya tidak mau berdebat itu, katakan saja putusan pengadilan itu benar tapi kan yang membuka segel itu bukan kamu, tapi saya pemerintah daerah."
"Saat itu, saya pakai bahasa aing (bahasa preman) karena lagi ngambek," kata Jeje.
Saat itu, Jeje mengaku sedang marah. Dan wajar kalau marah, karena segel itu simbol kehormatan. Bukan hanya kehormatan Pemda tapi termasuk para alim ulama yang waktu itu masang berbarengan.
"Tapi dia (Ujang Bendo) masih ngeyel, terus seperti biasa orang Sunda kalau ngeyel terus diusap mukanya bukan dijotos atau ditonjok."
"Kamu ngeyel terus, sok jagoan kamu. Udah itu, saya mundur tapi mungkin anak-anak yang ikut saya ada yang tersinggung sehingga ada yang mukul," ujarnya.
Ujang Bendo Lapor Polisi
Nandang Suhendar (52), atau biasa dikenal dengan nama Ujang Bendo mengaku melaporkan Bupati Pangandaran ke polisi atas apa yang dialaminya.
"Kami, tidak lebih atau kurang. Mungkin pada saat itu Bupati kecewa karena saya menyobek stiker (segel) Pemda menutup sementara kafe (warung remang-remang)," ujar Ujang kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Pangandaran, Minggu (1/1/2023) sore.
Setelah penutupan sementara itu, pihaknya sudah pernah beraudensi dua kali ke Komisi I dan IV DPRD Kabupaten Pangandaran.
"Tapi, sampai saat ini belum ada jawaban yang tepat, enggak ada solusi. Akhirnya, saya mewakili warung-warung hiburan malam maka saya sobek stiker (segel) tersebut."
"Mungkin, di situ Pak Bupati merasa tersinggung atau apalah."
"Saya sengaja menyobek stiker itu karena biar saya diundang untuk diberikan solusi. Tapi, ini enggak ada," katanya.
Pada akhirnya, sekitar pukul 11 malam Bupati Pangandaran bertemu dengannya di depan Bandara Susi Air.
Menurut Ujang Bendo, Bupati melakukan tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan sebagai seorang pimpinan dengan melakukan sikap seperti itu terhadap rakyatnya walaupun rakyatnya itu salah.
"Contohnya, seperti kemarin dengan bahasa-bahasa yang ada di video CCTV, itu kasar, nantang berkelahi terus bahkan dia memukul saya. Terus, ada satu orang lagi yang memukul saya," ucap Ujang.
Karena menerima perbuatan seperti itu, ia sebagai warga negara ingin ada perlindungan hukum.
"Ya, makanya saya melaporkan hal ini kepada pihak berwajib. Pada jam itu menurut saya Bupati melakukan suatu tindak pidana," ujarnya.
"Karena, yang menjadi kekecewaan saya terhadap pemangku kebijakan (Bupati Pangandaran), kok bertindak sewenang-wenang melebihi daripada dia itu sebagai pemimpin yang harus sayang terhadap rakyatnya dan melindungi rakyatnya. Itu, kekecewaan saya."
Menanggapi soal Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata menyangkal melakukan pemukulan terhadapnya, Ujang mengatakan, itu bisa dibuktikan di pengadilan.
"Mungkin nanti kita juga ada saksi-saksi yang lebih menguatkan," katanya.
Ujang mengaku, ia menyobek stiker atau segel dari Pemda karena ia merasa kasihan terhadap pemilik dan pekerja di kafe atau warung remang-remang tersebut.
"Ya mungkin sebanyak 38 pemilik kafe, ada 200 sampai 300 orang pekerjanya yang setiap bulan berharap tempat kerjanya bisa dibuka, sekarang bisa dibilang ekonominya sangat merosot."
"Kalau berbicara tempat protitusi, ya sebenarnya bukan tempat protitusi. Karena, kalau bilang tempat protitusi harus ada tempat dagangan prostitusinya," katanya.
Menurut Ujang, di kafe tersebut hanya ada seorang karyawan yang mendampingi tamunya sambil mendengarkan musik sambil minum-minuman yang bisa disebut alkohol.
"Terlepas dari hal itu, jika tutup jam 1 malam ya, biasanya pekerja kafe itu masuk ke kamar masing-masing. Adapun kegiatan di luar daripada itu, itu bukan kewenangan kami dan kami tidak mengetahui," kata Ujang. [rna]