Terpisah, Kepala Desa Salujambu Haerullah membenarkan bahwa jembatan tersebut dibangun menggunakan dana pribadi atas kesepakatan warga desa. Namun dia mengaku tidak pernah dikenai biaya saat melintasi jembatan tersebut.
"Dulunya jembatan tersebut belum ada. Persis dibangunnya saya lupa, yang jelas sudah lama. Itu memang milik pribadi, dibangun atas kesepakatan warga karena saat itu akses susah. Tapi kalau untuk bayaran saya kurang tahu, karena selama saya melewati jembatan tersebut belum pernah saya bayar," katanya.
Baca Juga:
Jembatan Runtuh di Banda: Rombongan Calon Bupati Terjun ke Laut, 7 Nyawa Melayang
Berbeda dengan Haerullah, Bhabinkamtibmas Salujambu mengonfirmasi bahwasanya ada biaya yang harus dibayarkan oleh warga jika ingin menggunakan jembatan tersebut untuk menyeberang. Dia meminta pemerintah setempat segera menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kalau mau menyeberang lewat jembatan ya bayar. Kalau tidak mau membayar cari jalan lain, karena itu jembatan memang milik pribadi. Jadi kalau mau bagus, di kampung sebelah enak, di sini juga enak. Pemerintah harus cepat-cepat membangun jembatan," ungkapnya.
Jembatan tersebut merupakan akses satu-satunya. Meskipun berbayar, warga dua desa tersebut terbantu, karena rata-rata mereka bertani dan berkebun. Sementara ada warga Desa Lawewe yang kebun atau sawahnya berada di Desa Salujambu, begitu sebaliknya.
Baca Juga:
Satgas TMMD di Tapanuli Tengah Wujudkan Akses Penyeberangan dengan Jembatan Baru
Tarif Tidak Dipatok
Jembatan berbayar tersebut sebetulnya pernah diprotes oleh aliansi mahasiswa. Namun kondisi tetap tidak berubah, warga masih dikenai biaya.