WahanaNews.co | Warga di kawasan Dusun Panga, Desa Semanget, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dihebohkan dengan penemuan puluhan mortir yang masih aktif.
Pihak TNI menduga, puluhan mortir itu merupakan bekas peninggalan Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).
Baca Juga:
Tambang Emas Ilegal Libatkan WNA di Kalbar, Polisi Sebut Rugikan Negara Rp1 Triliun
"Senjata mortir jenis 60 Komando tersebut kemungkinan besar adalah bekas peninggalan masa konfrontasi PGRS/Paraku yang terjadi pada tahun 1965 hingga 1969 di daerah Desa Semanget di sekitar wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia," kata Komandan Satgas (Dansatgas) Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Yonif Mekanis 643/Wns Letkol Inf Hendro Wicaksono dalam keterangan tertulisnya, di Makotis Entikong, Selasa (5/10/2021).
Melansir Antara, Hendro mengatakan, penemuan puluhan mortir tersebut berawal dari kegiatan masyarakat yang membuka lahan untuk bertani di Dusun Panga, Desa Semanget.
"Pada saat pembukaan lahan tersebut cangkul salah satu warga mengenai benda yang dikira adalah besi tua, namun setelah digali bentuknya menyerupai senjata mortir," kata Dansatgas.
Baca Juga:
Nasabah Tikam Debt Collector di Sambas Gegara Pelaku Emosi Istrinya Diminta Korban
Menurutnya, setelah mengetahui penemuan tersebut secara berbondong-bondong warga dipimpin Fransiskus Sumen mendatangi Pos Panga dan menyampaikan kepada danpos perihal ditemukannya senjata mortir jenis 60 Komando itu.
Oleh personel pos, senjata tersebut dibersihkan dan dipastikan masih dalam keadaan aktif dan terlihat lambang atau kode dari negara Malaysia yang sudah kabur namun masih terbaca.
Atas kejadian itu, Dansatgas menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada masyarakat yang telah secara sadar dan turut berperan aktif dalam melaporkan temuan senjata mortir itu, apalagi bertepatan dengan HUT ke-76 TNI.
Secara terpisah, Danpos Panga Letda Inf Yopi Prasetyo mengatakan pihaknya sering memberikan pemahaman kepada masyarakat di sekitar pos mengenai bahaya menyimpan senjata api, amunisi ataupun bahan peledak baik itu milik sendiri ataupun temuan sisa konfrontasi.
“Kami selalu memberikan edukasi kepada warga untuk selalu menjaga keamanan di rumah dengan tidak menyimpan senjata api, amunisi ataupun bahan peledak yang dapat membahayakan nyawa keluarga dan orang lain,” ujarnya.
Fransiskus Sumen mengatakan setelah dirinya menemukan mortir tersebut, lalu dia langsung melaporkan temuannya itu kepada Pos Panga dan langsung menyerahkannya kepada danpos.
“Kami sering diberitahu oleh personel Pos Satgas Pamtas untuk menyerahkan senjata api, amunisi ataupun bahan peledak yang kami miliki di rumah demi keamanan keluarga, ini adalah salah satu wujud komitmen kami dengan satgas pamtas," ujarnya pula.
Melansir p2k.um-surabaya.ac.id, latar belakangan terbentuknya Paraku-PGRS terkait dengan peristiwa konfrontasi sela Indonesia dengan Malaysia dari tahun 1963 hingga 1966. Pemerintah Indonesia menolak pembentukan Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris.
Wilayah Kalimantan Utara yang juga yaitu koloni Inggris, seperti halnya Semenanjung Malaya, dimasukkan ke dalam teritori Federasi Malaysia oleh para penggagasnya tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan seluruh rakyat Kalimantan Utara.
Penolakan warga, khususnya warga Tionghoa, didasari kecemasan akan benarnya dominasi warga Melayu Semenanjung Malaya terhadap rakyat Kalimantan Utara.
Saat Dwikora, Presiden Soekarno memerintahkan sukarelawan dan militer untuk menggagalkan negara boneka bentukan Inggris di Serawak.
Pihak TNI juga melatih rakyat Serawak untuk bertempur melawan Malaysia. Mereka biasa disebut Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU).
Namun setelah lengsernya Soekarno, pasukan bentukan ini justru diperangi oleh tentara Malaysia dan Indonesia karena Soeharto bekerja sama dengan Malaysia untuk menumpas komunis. Pasukan TNKU ini pun kemudian berubah nama menjadi PGRS/PARAKU. [dhn]