WahanaNews.co | Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait batas waktu pemutakhiran data kinerja berupa input data tridharma Penilaian angkat Kredit (PAK) di aplikasi Sistem Jabatab Informasi Akademik (Sijali) dan aplikasi Sistem Informasi Jabatan Fungsional Go Onlie (Sijago) menuai protes puluhan dosen dari berbagai univesitas di Indonesia.
Sebanyak 37 dosen itu menilai tenggat waktu pada 15 April dinilai begitu sempit dan bisa mematikan karier para dosen.
Baca Juga:
Pantas Anggota DPR Ngamuk ke Nadiem, Ternyata 17 Sekolah di NTT Mangkrak 2 Tahun
Tak hanya itu, para dosen ini pun membuat petisi yang diinisiasi Benny D. Setianto, SH, LLM, MIL, Ph.D. dari Unika Soegijapranata, Semarang Jawa Tengah.
"Beban administratif yang menimpa dosen Indonesia semakin tidak masuk akal. Jika dibiarkan, mutu dosen dan pendidikan tinggi akan terus merosot," tulis Benny dikutip dari laman Change.org, Selasa (11/4/2024).
Dalam tuntutan itu, Benny menjelaskan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ditjen Dikti Ristek) baru-baru ini mengedarkan Sosialisasi Kebijakan Penyelesaian Penilaian Angka Kredit (PAK) bagi dosen-dosen di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Meledak-ledak Saat Semprot Mendikbud Nadiem, Inilah Profil Anggota DPR Anita Jacoba
Benny menyebut kebijakan ini akan membebani dosen dengan kewajiban menginput ulang secara manual data Tridarma yang sangat banyak ke dalam sistem baru dan dalam waktu yang sangat sempit, yakni 15 April 2023.
"Kebijakan ini tidak masuk akal dan tidak adil. Ada banyak persoalan dalam penerapan kebijakan PAK ini serta peraturan-peraturan yang menjadi dasarnya," ujar Benny.
Benny kemudian menguraikan setidaknya tiga masalah sebagai berikut;
Ketidakadilan Bagi Para Dosen
Kebijakan mengenai PAK dimaksudkan untuk menghitung angka kredit dosen. Angka kredit itu dibutuhkan antara lain untuk kepentingan kenaikan jabatan (JJA).
Selama ini semua data Tridarma telah secara rutin diinput oleh dosen ke sistem aplikasi Sister (Sistem Informasi Sumberdaya Terintegrasi).
Untuk keperluan JJA, Dikti kemudian menambah aplikasi baru yang disebut Sijali/Sijago dan mengharuskan dosen meng-input kembali secara manual data Tridarma (sejak JJA terakhir hingga 31 Desember 2022) yang telah ada di Sister itu ke Sijali/Sijago.
Ini tentu akan menghabiskan waktu, pikiran dan energi yang tidak sedikit.
Aplikasi baru ini tidak terintegrasi dengan sistem sebelumnya dan berbeda dari wilayah ke wilayah.
Misalnya, untuk Lembaga Layanan Dikti wilayah 3 (Jakarta) digunakan aplikasi Sijali, dan untuk wilayah 6 (Jawa Tengah) digunakan Sijago.
Kelemahan sistem yang tidak terintegrasi ini, yang seharusnya diatasi pemerintah, justru dibebankan kepada para dosen.
Bila dosen tidak menginput kembali data-data Tridarma selama bertahun-tahun itu ke Sijali/Sijago hingga 15 April 2023, maka Dikti akan menjatuhkan sanksi keras: semua kredit Tridarma yang selama ini telah diperoleh akan dianggap nol/tidak ada.
Dengan kata lain, para dosenlah yang menanggung hukuman beban atas kelemahan sistem yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Tidak Tepat Sasaran
Kebijakan tentang PAK ini mendasarkan diri pada peraturan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Permen PANRB Nomor 1 tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional.
Peraturan menteri ini hendak melaksanakan mandat peraturan lain, yaitu Permen Nomor 17 tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Di sini, yang dianggap memiliki Jabatan Fungsional adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) (lihat butir 10 Pasal 1 Permen PANRB No.1/2023).
Tapi, Dirjen Dikti Riset malah memperluas definisi ini untuk semua dosen, baik yang berstatus ASN maupun yang bekerja di perguruan tinggi swasta.
Sehingga, peraturan yang ditujukan untuk ASN diberlakukan untuk semua dosen, termasuk dosen perguruan tinggi swasta.
Cacat Administratif
Seharusnya, berdasarkan konsep hirarki perundang-undangan, surat edaran dibuat setelah terbit peraturan-peraturan yang mendasarinya.
Dalam kasus ini, surat edaran telah lebih dulu ada sebelum peraturan yang mendasarinya.
Yaitu, Surat Edaran 638/E.E4/KP/2020 tertanggal 23 Juni 2020, yang terbit di tahun yang lebih awal dari Permen PANRB No.1/2023 dan Surat Dirjen Diktiristek No 0403/E.E4/KK.00/2022 tertanggal 25 Mei 2022. Dengan demikian, terdapat cacat administratif.
"Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, kami sekali lagi, menyerukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, untuk: 1) membatalkan tenggat waktu 15 April 2023 (terkait Kebijakan Penyelesaian Penilaian Angka Kredit)," tulis Benny.
"2) menghapuskan ancaman sanksi terhadap dosen (terkait kebijakan tersebut), 3) mengaudit aplikasi-aplikasi Ditjen Dikti Ristek yang terlalu banyak dan membebani dosen, 4) melakukan Reformasi Birokrasi Pendidikan sekarang juga," imbuh Benny.
Kami, yang mengawali petisi ini (berdasarkan abjad nama depan):
1. Agus Wahyudi, Ph.D. (UGM)
2. Benny D. Setianto, SH, LLM, MIL, Ph.D. (Unika Soegijapranata)
3. Dr. Budhy Munawar-Rachman (STF Driyarkara)
4. Dr. C. Handoyo Wibisono, Drs, MM, CSA. (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
5. Dr. (Cand) Syukron Salam, SH, MH (UNNES)
6. Prof. Dr. Damayanti Buchori (IPB)
7. Didi Rahmadi, S.Sos., M.A. (Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)
8. Donny Danardono, SH, Mag.Hum (Unika Soegijapranata)
9. Prof. Dr. Edi Setiadi, SH, MH. (Rektor Unisba)
10. Prof. Dr. F. Budi Hardiman (Universitas Pelita Harapan)
11. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ (STF Driyarkara)
12. Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo (UI)
13. Hendar Putranto, M.Hum (Universitas Multimedia Nusantara)
14. Dr. Herlambang P. Wiratraman, SH, MA (UGM)
15. Dr. Hormauli Sidabalok, SH, CN, MHum (Unika SOEGIJAPRANATA)
16. Prof. Dr. I.M. Djoko Marihandono (UI)
17. Prof. Dr. drg. Indang Trihandini, M.Kes (UI)
18. Dr. Karlina Supelli (STF Driyarkara)
19. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia)
20. Prof. Dr. Manneke Budiman (UI)
21. Prof. Dr. Melanie Budianta (UI)
22. Muhammad Thaufan Arifuddin, S.Sos., M.A. (Universitas Andalas, Padang)
23. Prof. Dr. Multamia RMT Lauder, S. S., Mse., D.E.A. (UI)
24. Prof. Dr. Oman Fathurahman (UIN Syarif Hidayatullah)
25. Dr. Philips Vermonte (Universitas Islam Internasional Indonesia)
26. Premana W. Premadi, Ph.D. (ITB)
27. Dr. Richo Wibowo, SH, MHum (UGM)
28. Dr. Rikardo Simarmata, SH, MH (UGM)
29. Prof. Dr. Rosari Saleh (UI)
30. Prof. Dr. Sigit Riyanto, SH, MH (UGM)
31. Prof.Dr. Sulistyowati Irianto (UI)
32. Dr. Sunaryo (Universitas Paramadina)
33. Dr. Suwarno Wisetrotomo, M. Hum (ISI Yogyakarta)
34. Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si. (Universitas Andalas, Padang)
35. Dr. W. Riawan Tjandra, S.H.,M.Hum., Adv.,CCMs. (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
36. Yudi Soeharyadi, Ph.D. (ITB)
37. Dr. Zainul Maarif, Lc., M.Hum (UNUSIA)
[Tio/OZ]