Sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak. Juga, bagi sekolah tempat guru tersebut berada. Kekerasan, kata Retno, tidak boleh dilakukan di lingkungan pendidikan dengan dalih mendisplinkan sekalipun.
Menyalahi aturan dan melanggar hukum. Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Baca Juga:
Pemerintah Kaji Kebijakan Pembelajaran Coding dan Evaluasi Kebijakan Zonasi PPDB
“Bila kekerasan diabaikan, bagaimana program Kemendikbud Ristek menghapus tiga dosa besar di institusi pendidikan dapat berjalan efektif. Lagipula, selama masih ada kekerasan, saya rasa kita mustahil bicara kualitas pendidikan,” tuturnya.
Retno mengakui memang butuh upaya panjang mewujudkan lingkungan pendidikan terbebas dari tiga dosa besar: perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
Kemendikbud Ristek tidak bisa berjalan sendiri tetapi butuh lembaga-lembaga lain, termasuk keluarga.
Baca Juga:
Rayakan HUT Ke-5, IKDKI Siap Wujudkan Visi Misi Pendidikan Tanah Air
Sebab faktor terbesar penyebab perundungan adalah pola asuh. Anak yang dibesarkan dengan kekerasan, tentu memiliki luka batin.
Dia akan mencari cara melampiaskan kemarahan kepada teman-temannya yang lebih lemah, baik di sekolah ataupun di lingkungannya.
“Bila orangtua mendidik dengan menanamkan cinta kasih, moral, selalu mengajak anak untuk menghargai orang lain, anak tidak akan egois, dan tidak akan selalu merasa dominan,” katanya.