WahanaNews.co | Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI meluncurkan program gerakan nasional Literasi Indonesia yang bertujuan meningkatkan kompetensi literasi peserta didik, Selasa (7/3/2023).
Di antara program literasi Kemendikbudristek adalah menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia.
Baca Juga:
Sepanjang 2024, KPK Klaim Selamatkan Aset Negara Rp677,5 Miliar
Program gerakan literasi Kemendikbudristek seperti yang diberitakan Antara memiliki arti penting karena ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipelajari manusia dengan penggunaan penguasaan literasi (keaksaraan dan kewicaraan) yang memadai.
Kemampuan literasi yang tinggi dapat mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ke arah tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Literasi merupakan kemampuan seseorang menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis.
Baca Juga:
Pemerintah Kaji Kebijakan Pembelajaran Coding dan Evaluasi Kebijakan Zonasi PPDB
Namun literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Menurut Kirsch & Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat.
Dengan pengertian literasi di atas menunjukkan betapa penting arti literasi dalam kemajuan ilmu pengetahuan manusia. Jika suatu bangsa tertinggal dalam literasi akan bisa membuatnya tertinggal pula dari perputaran kemajuan peradaban umat manusia.
Padahal, berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Programme for International Student Assessment (PISA) diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). PISA adalah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains.
Sementara UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca.
Hasil riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca
Data di atas menunjukkan persoalan literasi masih menjadi hal yang harus dibenahi di Indonesia. Padahal, buku memegang peranan sangat vital bagi kehidupan manusia. Hanya bangsa dengan minat baca yang tinggi menjadi prasyarat menuju masyarakat informasi yang merupakan ciri dari masyarakat modern.
Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni sangat diperlukan di tengah globalisasi akibat revolusi teknologi terutama di bidang informatika.
Oleh karenanya, kebijakan Kemendikbudristek baru-baru ini untuk menggenjot program literasi tepat sekali. Tetapi di samping literasi yang bersifat khusus terkait disiplin ilmu tertentu, idealnya Kemendikbudristek memiliki tema utama yang perlu diprioritaskan sebagai program literasi.
Literasi Konstitusi seharusnya menjadi prioritas program literasi yang dilakukan pemerintah. Amanat Alinea IV Pembukaan UUD 1945 salah satu tujuan utama berdirinya Negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
UUD 1945 hasil gerakan reformasi 1998 pada Pasal 28 F UUD 1945 yang menentukan setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Ketentuan tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Pasal 8 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan yang menentukan masyarakat berhak mendapatkan kemudahan akses terhadap buku bermutu dan informasi perbukuan.
Pentingnya pemerintah, terutama Kemendikbudristek, memprioritaskan literasi konstitusi dalam program adalah adanya kenyataan terjadi empat kali perubahan UUD setelah Sidang MPR RI 2000, terjadi perubahan besar dalam UUD 1945.
Sebelum perubahan, UUD 1945 terdiri dari 71 butir ketentuan sedangkan setelah perubahan, UUD 1945 menjadi 199 butir ketentuan atau bertambah 280 persen.
Dari 199 butir ketentuan tersebut, naskah UUD yang masih asli tidak mengalami perubahan (naskah asli), hanya sebanyak 25 butir ketentuan (12 persen), adapun selebihnya 174 butir ketentuan (88 persen) merupakan materi baru sama sekali.
Dari segi kuantitatif saja sudah dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya UUD 1945 setelah mengalami empat kali perubahan, sudah berubah sama sekali menjadi satu konstitusi yang baru.
Hanya nama saja yang dipertahankan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan isinya sudah berubah secara besar-besaran.
Paradigma pemikiran atau pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945 setelah mengalami empat kali perubahan itu benar-benar berbeda dari pokok pikiran yang terkandung dalam naskah asli ketika UUD 1945 pertama kali disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Saat ini rakyat yang mengetahui 25 butir ketentuan sekitar (12 persen) saja dari UUD 1945, sedangkan 174 butir ketentuan (88 persen) sama sekali tidak dimengerti oleh rakyat Indonesia.
Kurangnya pemahaman masyarakat pada konstitusi menimbulkan rendahnya kesadaran hukum di masyarakat serta rendahnya partisipasi rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Padahal, konstitusi memiliki arti penting bagi suatu negara, karena tanpa adanya konstitusi, suatu negara tidak dapat terbentuk.
Menurut Wilius Kogoya dalam buku Teori dan Ilmu Konstitusi (2015), hal tersebut karena konstitusi membuat suatu peraturan pokok mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan negara.
Artinya, konstitusi menjadi hukum dasar untuk membuat berbagai aturan negara, sehingga dapat dikatakan sebagai hukum tertinggi dan juga identitas suatu negara.
Arti penting konstitusi bagi suatu negara adalah menjadi pedoman yang mengatur jalannya pemerintahan, pembatasan kekuasaan, dan menjamin hak asasi manusia agar pemerintah tidak bisa bertindak sewenang-wenang.
Pemerintah tidak bisa bertindak sewenang-wenang karena konstitusi membatasi kekuasaan.
Konstitusi membagi kekuasaan, mengatur kerja sama antarlembaga pemerintahan, dan menjadi agar semua kebijakan yang dijalankan tetap dilakukan demi kesejahteraan rakyat.
Adanya konstitusi, membuat pemerintahan tetap berfokus pada kepentingan rakyat banyak tanpa adanya pelanggaran hak-hak asasi.
Menurut Yuliandri dalam Konstitusi dan Konstitusionalisme (2018), dalam UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia bahkan dimuat kewajiban negara untuk melindungi, memajukan, dan menegakkan hak asasi manusia. Kewajiban untuk melindungi fakir miskin dan anak telantar.
Kewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pendidikan. Kewajiban lainnya untuk mencapai tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.
Dengan adanya konstitusi, suatu negara memiliki pedoman yang kuat dan terus relevan seiring dengan berkembangnya zaman, sehingga negara bisa terus berjalan sesuai dengan tujuannya yang mengedepankan kesejahteraan rakyat.
Dengan latar belakang tersebut sudah seharusnya gerakan literasi yang digalakkan Kemendikbudristek menjadi literasi konstitusi sebagai platform utamanya. [Tio/Ant]