WAHANANEWS.CO - Universitas Harvard secara resmi menggugat pemerintahan Donald Trump di pengadilan federal terkait kebijakan kontroversial yang melarang dan mengusir mahasiswa asing dari kampus mereka.
Gugatan ini ditujukan kepada Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS), menyusul keputusan lembaga tersebut yang mencabut sertifikasi Program Pertukaran Mahasiswa Harvard untuk tahun ajaran 2025–2026.
Baca Juga:
Hadapi Trump 2.0, Wamendag Roro: Indonesia Utamakan Diplomasi, Solidaritas ASEAN, dan Diversifikasi Pasar
Dalam dokumen gugatan, Harvard menilai kebijakan ini sebagai bentuk pembalasan atas sikap universitas yang menolak intervensi pemerintah dalam tata kelola, kurikulum, serta kebebasan berpendapat di lingkungan kampus.
“Ini adalah langkah terbaru oleh pemerintah terkait balasan nyata kepada Harvard yang menggunakan hak-hak pada Amendemen Pertama untuk menolak tuntutan pemerintah mengontrol tata kelola, kurikulum, dan ‘ideologi’ kampus dan mahasiswanya,” demikian bunyi isi gugatan tersebut, dikutip dari CNN.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menjadi sosok di balik kebijakan ini. Ia menuduh Harvard memfasilitasi kekerasan, antisemitisme, dan berafiliasi dengan Partai Komunis China.
Baca Juga:
Trump Dorong Damaskus Rujuk dengan Israel
“Ini merupakan suatu privilese, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari biaya kuliah yang lebih tinggi untuk menambah dana abadi mereka yang bernilai miliaran dolar,” ujar Noem.
Harvard menanggapi tudingan ini dengan menyebut langkah pemerintah sebagai tindakan ekstrem dan ilegal.
Universitas tersebut meminta pengadilan segera memblokir kebijakan tersebut karena berdampak pada ribuan mahasiswa asing yang menimba ilmu di sana.