WahanaNews.co, Kota Depok – Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM) menjadi perhatian Internasional. Mendalami masalah ini, Prima Hudaya Institute adakan pelatihan kepada pekerja sektor institusi keuangan yang dilangsungkan secara webinar, Senin (3/6/2024).
Fasilitator training Angela Sutama, mengatakan pelatihan ini bertujuan memperkenalkan konsep dan praktik di kejahatan keuangan atau financial crimes, yaitu memahami regulasi berkait; meningkatkan kesadaran risiko APU, PPT, dan PPPSPM; mengembangkan keterampilan praktis; mendorong kepatuhan dan etika profesional, sebagai syarat pelatihan bagi karyawan pada institusi keuangan
Baca Juga:
2 Terduga Teroris Jaringan ISIS Ditangkap Densus 88 di Jakarta Barat
“Mengapa kejahatan keuangan atau financial crimes perlu dipahami oleh pekerja sektor jasa keuangan? Lantaran, menjadi kekhawatiran pemerintah seluruh dunia dan konsekuensi ekonomi dan sosial dari kejahatan keuangan yang sangat merugikan dunia,” ujar Angelina Sutama.
Angelina Sutama [WahanaNews.co / khusus]
Sutama melanjutkan, financial crimes ini mengakibatkan meningkatnya paparan terhadap kejahatan terorganisir dan korupsi, dan merugikan sektor usaha yang dijalankan secara sah. Kemudian juga, melemahkan penerimaan pajak pemerintah dan secara tidak langsung merugikan wajib pajak yang jujur.
Baca Juga:
Min Aung Hlaing Tuduh Negara-Negara Dukung Konflik Myanmar dengan Pemasokan Senjata
“Selanjutnya, juga mengakibatkan distorsi dan ketidakstabilan ekonomi karena skema investasi pencuci uang yang sulit dideteksi, risiko reputasi bagi negara. Misalkan, hilang kepercayaan internasional untuk berinvestasi pada negara tersebut dan dikucilkan dari perdagangan atau ekonomi dunia, dan risiko negara terkena sanksi internasional,” ulas Angelina.
Urai Sutama, lingkup tindak pidana dari kejahatan keuangan ini, menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8 Tahun 2023, dapat terjadi di dalam hal korupsi; penyuapan; narkotika; psikotropika; penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan migran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang perasuransian; kepabeanan; cukai; perdagangan orang; perdagangan gelap senjata; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; kepabeanan; cukai; perpajakan; kehutanan; lingkungan hidup; kelautan dan perikanan; tindak dipidana lain yang diancam dengan pidana lebih empat tahun penjara.
Sutama menjelaskan tipologi transaksi dalam konteks kejahatan keuangan, pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM).
“Tipologi TPPU, TPPT, dan PPSPM adalah klasifikasi atau kategorisasi berbagai metode, teknik, atau pola yang digunakan oleh penjahat untuk melakukan aktivitas terlarang. Tipologi membantu lembaga penegak hukum, badan pengatur, dan lembaga keuangan memahami karakteristik dan perilaku umum yang terkait dengan berbagai jenis kejahatan keuangan dan dapat mengidentifikasi perilaku mencurigakan. Pihak berwenang mengembangkan langkah-langkah deteksi, pencegahan, dan penegakan hukum yang lebih efektif,” ungkap Angelina.
Penjelasan Sutama tahap pertama dalam praktik pencucian uang adalah penempatan ‘placement. Pada fase ini, pelaku pencucian uang memasukkan hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan. Dana ditempatkan dalam sirkulasi melalui lembaga keuangan formal, kasino dan bisnis sah lainnya, baik domestik maupun internasional. Contoh tipologi dari tahap ini antara lain, pencampuran dana hasil kejahatan dengan dana sah, misalkan penempatan uang tunai dari penjualan narkotika ilegal pada bisnis restoran.
“Di valuta asing yakni pembelian valuta asing dengan dana illegal. Menempatkan uang tunai dalam jumlah kecil dan menyalurkannya ke dalam rekening dengan frekuensi sering dalam upaya untuk menghindari persyaratan pelaporan atau structuring,” bilang Angelina.
Di tahap pertama ini adalah juga, penyelundupan mata uang, perpindahan fisik uang tunai atau instrumen moneter lintas negara (cash smuggling), dan pinjaman yakni pembayaran kembali pinjaman yang sah menggunakan uang kotor (hasil kejahatan) yang sudah dicuci.
Tahap dua, layering, adalah pemisahan dana hasil kejahatan dari sumbernya melalui transaksi keuangan yang rumit secara berlapis-lapis untuk menyembunyikan asal usul dana tersebut. Contoh tipologi transaksi layering antara lain, memindahkan dana secara elektronik dari satu negara ke negara lain dan membaginya menjadi beberapa opsi transaksi keuangan kompleks dan memindahkan dana dari satu lembaga keuangan ke lembaga keuangan lain atau pemindahan dana antar rekening dalam Lembaga keuangan yang sama.
Berikutnya, mengkonfersi uang tunai yang ditempatkan menjadi instrumen moneter, menempatkan uang pada saham, obligasi atau produk asuransi jiwa untuk kemudian dijual-dicarikan kembali, dan menggunakan perusahaan cangkang ‘shell company’ untuk mengaburkan pemilik manfaat utama.
Tahap Tiga yaitu Integrasi, yakni memberikan legitimasi terhadap kekayaan yang berasal dari tindak kejahatan melalui masuknya kembali dana tersebut ke dalam sistem ekonomi dalam bentuk transaksi bisnis atau pribadi yang terlihat normal.
Pelaku pencucian uang, misalkan, mungkin memilih untuk menginvestasikan dananya di real estat, usaha keuangan atau aset mewah. Pada tahap integrasi, sangat sulit untuk membedakannya antara kekayaan halal dan hasil kejahatan.
Tahap ini, memberikan kesempatan kepada pencuci untuk menambah kekayaannya dengan hasil kejahatan.
Integrasi umumnya sulit dikenali kecuali memang ada kesenjangan yang nyata antara pekerjaan, bisnis atau investasi yang sah tersebut dibandingkan dengan kekayaan seseorang tersebut atau pendapatan dan aset Perusahaan tersebut–perbedaan antara profil nasabah dan kekayaannya.
Contoh tipologi transaksi integrasi ini antara lain, membeli aset-aset mewah, seperti properti, karya seni, perhiasan atau mobil kelas atas, melakukan investasi keuangan, investasi komersial atau usaha lainnya.
Angela Sutama SE, MM, CAMS adalah praktisi dan akademisi berpengalaman di Bank HSBC Indonesia sebagai Senior VP Global Banking (2014-2023); Business Development Head; Chief Of Staff’ Chief Operating Officer; Head of Client Operations; Head of KYC Service.
Kemudian di Citibank NA Indonesia Institutional Client Group (2003-2014) berkarir sebagai Senior VP AML Compliance Head; Cash Mgt Services Head; Loan & Deposit Ops Head.
Lalu di Niaga International Factors (1990-2003), berkarir sebagai Head of Finance; Head of Operations; Head of Audit.
Angelina Sutama punyai sertifikasi di Anti Money Laundering Specialist (ACAMS); Badan Sertifikasi Manajemen Risiko L-4; Akademi Trainer–Speak To Change for Professional Speakers; BNSP Certificate of Competence-Instructor.
Pendidikan diraih Angelina Sutama dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (S-1, Accountancy) dan Prasetiya Mulya Business School (MM, Strategic Management).
Sutama berpengalaman sebagai fasilitator, diantaranya bidang; Know Your Customers; Anti Money Laundering and Sanctions; Organization Values and Purposes; Leadership Trainings. [Seremoni]
[Redaktur: Hendrik I Raseukiy]