WahanaNews.co, Jakarta - Sengketa wilayah Esequiba antara Venezuela dan Guyana merupakan tantangan serius dalam diplomasi Amerika Selatan. Karena itu, Duta Besar Venezuela untuk Indonesia, Radames Gomez Azuaje pun meminta dukungan masyarakat Indonesia berkaitan referendum yang akan digelar.
Menurut Azuaje, Republik Bolivarian Venezuela rencananya akan melakukan referendum di 3 Desember 2024 berkaitan dengan wilayah Esequiba yang sejak lama menjadi sengketa antara Venezuela dan Guyana.
Baca Juga:
Akreditasi Unggul, FKG Universitas Moestopo Telah Hasilkan 4.721 Dokter Gigi
Dalam Seminar 'Meet D'Ambassador' yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Azuaje menjelaskan bila wilayah Esequiba sejak dahulu merupakan bagian integral dari Venezuela.
Venezuela memandang Esequiba sebagai wilayah yang memiliki ikatan sejarah yang kuat dengan negaranya. Klaim ini berasal dari masa penjajahan Spanyol, di mana wilayah ini dianggap sebagai bagian integral dari CapitanÃa General de Venezuela.
Venezuela mengacu pada perjanjian-perjanjian kolonial Spanyol-Belanda sebagai dasar klaim sejarahnya terhadap Esequiba.
Baca Juga:
Kejaksaan Agung dan FIKOM Universitas Moestopo Jajaki Kerjasama Strategi Komunikasi Publik
Venezuela, lanjut Azuaje, akan mempertahankan klaim sejarahnya, namun juga bertekad untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
"Wilayah Esequiba merupakan wilayah Venezuela sejak dulu. Sengketa terkait wilayah ini merupakan warisan era kolonial. Sekarang, dengan dunia yang makin terbuka, kita harus menghapuskan warisan-warisan kolonial yang menghambat dengan tetap menghormati kedaulatan masing-masing," kata Azuaje.
Karena itulah, Venezuela menolak putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2021 yang mendukung kedaulatan Guyana atas wilayah Esequiba. Venezuela menyatakan bahwa mereka tidak akan mengakui atau melaksanakan keputusan tersebut, seraya menegaskan bahwa pendekatan tersebut tidak mencerminkan pandangan dan klaim sejarah mereka.
"Esequiba sudah menjadi wilayah Venezuela sejak sebelum kemerdekaan dan akan tetap menjadi wilayah Venezuela di masa depan," lugas Azuaje.
Untuk itu, referendum yang akan digelar pada 3 Desember 2023 hendak menanyakan kepada rakyat Venezuela, antara lain, apakah mereka setuju dengan posisi Caracas menolak yurisdiksi ICJ atas wilayah Esequiba dan menyetujui rencana untuk menggabungkan wilayah tersebut ke wilayah Venezuela dengan membentuk sebuah negara bagian bernama Guayana Esequiba.
"Perspektif Venezuela menekankan kedaulatan dan nasionalisme dalam klaim atas Esequiba. Wilayah ini dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari tanah air Venezuela, dan terkait erat dengan identitas nasional dan nilai-nilai kebangsaan," jelas Azuaje.
Sementara itu Rektor Moestopo, Prof. Dr. Budiharjo, mengatakan bila sengketa Esequiba melibatkan berbagai aspek, termasuk sejarah, identitas nasional, dan sumber daya alam.
"Universitas Moestopo mendorong semua pihak untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan agar masyarakat yang tinggal di wilayah Esequiba segera mendapat kepastian dan mampu mengembangkan diri sesegera mungkin," ujar Prof. Budiharjo.
Hal senada diungkapkan oleh Plt. Dekan FISIP Universitas Moestopo, Dr. T. Herry Rachmatsyah, Pada kesempatan tersebut, Herry Rachmatsyah mengatakan jika sengketa perbatasan antar negara merupakan suatu ancaman yang konstan bagi keamanan dan perdamaian bukan hanya secara nasional tetapi juga meliputi keamanan dan perdamaian internasional.
"Perbatasan internasional juga merupakan faktor penting dalam upaya menjaga kepentingan nasional. Oleh karena itu, saya selaku Dekan FISIP Universitas Moestopo menyambut dengan baik kegiatan Seminar pada hari ini. Saya berharap seminar dengan tema 'Sengketa Perbatasan antara Venezuela dan Guyana', dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa serta memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan berinteraksi langsung bersama Duta Besar Venezuela untuk Indonesia," pungkas Herry Rachmatsyah.
[Redaktur: Sandy]