WAHANANEWS.CO, Jakarta - Togar. M Simatupang, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengatakan pembatalan 233 ijazah mahasiswa program S1 Stikom Bandung yang lulus pada periode 2018-2023 bukan tanpa sebab.
Togar menjelaskan pembatalan ijazah itu berdasarkan hasil investigasi dugaan malaadministrasi.
Baca Juga:
Kelulusan Siswa SD Capai 100 Persen di Palangka Raya
"Ada investigasi adanya malaadministrasi yang dilakukan oleh Stikom. Jadi harus bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dilakukan," kata Togar dalam keterangannya melansir CNN Indonesia, dikutip Kamis (16/1).
Namun, Togar tak membeberkan malaadministrasi apa yang ditemukan sehingga Stikom Bandung harus membatalkan ijazah ratusan mahasiswa. "Belum bisa komen karena belum melihat datanya," ujar dia.
Ia pun menegaskan Kemendiktisaintek mengawasi perguruan tinggi agar tertib hukum dan administrasi. Hal ini demi melindungi masyarakat serta mereka yang mengakses pendidikan.
Baca Juga:
Luluskan 103 PD, SMPN 2 Maumere Beri Penghargaan dan Sertifikat Bagi Siswa Berprestasi
"Pada dasarnya kementerian bertugas memfasilitasi peningkatan kinerja PT dan mengawasi agar tetap dalam koridor tertib hukum dan administrasi untuk melindungi masyarakat dan pengguna," kata Togar.
Pembatalan 233 ijazah tersebut dilakukan melalui Surat Keputusan Ketua Stikom Bandung dengan nomor surat 481/ Skep-0/ E/ Stikom XII/ 2024 tentang Pembatalan Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Bandung Periode 2018-2023.
Surat tersebut ditandatangani Ketua Stikom Bandung Dedy Djamaluddin Malik pada 17 Desember 2024.
Ketua Stikom Bandung Dedy Djamaluddin Malik mengatakan pembatalan ijazah berawal dari kedatangan tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) yang meneliti kelulusan dari 2018 hingga 2023.
Setelah tim EKA dari kementerian melakukan monitoring, didapati sejumlah kejanggalan dalam proses penentuan kelulusan mahasiswa pada periode tersebut.
"Membatalkan 233 ijazah alumninya karena dinilai tim EKA tidak sesuai prosedur akademik, seperti misalnya tes plagiasi-nya melebihi batas, ketidaksesuaian nilai IPK di PDDIKTI dengan Simak, jumlah SKS yang kurang dari 144 dan batas studi yang melebihi 7 tahun," kata Dedy saat dikonfirmasi, Rabu (15/1).
Dedy tidak menampik jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan di Stikom Bandung, salah satunya terdapat jual beli nilai. Namun, kesalahan tersebut tidak sepenuhnya hanya pada pihak kampus.
"Iya, betul ada kekhilafan kita, tapi ada kontribusi dari mahasiswa," ujarnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]