WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah mencermati indikasi penggunaan dompet digital atau e-wallet untuk kepentingan tindak pidana, termasuk judi online atau judol.
Namun, lembaga ini belum berencana mengambil langkah pemblokiran seperti yang dilakukan pada 122 juta rekening dormant di 105 bank selama periode Mei hingga Juli 2025.
Baca Juga:
PPATK Rampungkan Analisis 122 Juta Rekening Dormant, 90 Persen Sudah Aktif Kembali
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menegaskan pihaknya masih fokus pada pengamatan risiko tanpa terburu-buru mengambil tindakan pemblokiran. “Tapi e-wallet memang berisiko, kita sudah amati itu,” ujarnya saat ditemui di kantor PPATK, Jakarta.
Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menjelaskan bahwa pemantauan dilakukan karena banyak temuan saldo e-wallet yang jumlahnya kecil dan bersifat dormant, atau tidak memiliki transaksi debit.
“E-wallet kan Rp 10 ribu, Rp 5 ribu an biasanya. Karena target kita bukan pemain ya, target kita menghentikan depositnya,” ungkap Danang.
Baca Juga:
Judi Online Masih Marak, Transaksi Lewat E-Wallet Tembus Rp1,6 Triliun
Ia menambahkan, PPATK hanya sebatas mengamati potensi e-wallet sebagai rekening penampung deposit judi online, sambil tetap memantau risiko kejahatan keuangan lain.
“Jadi kita lihat dulu risikonya, sekarang kripto juga bisa diperjual belikan ngerikan,” kata Danang.
Sebagai catatan, PPATK telah menyelesaikan proses pemblokiran terhadap 122 juta rekening dormant di 105 bank yang tidak memiliki transaksi debit selama 1-5 tahun.
Dari analisis sejak Februari 2025 dan pemblokiran bertahap mulai 16 Mei hingga Agustus 2025 dalam 16 tahap, ditemukan 1.155 rekening digunakan untuk berbagai tindak pidana.
Total dana yang tersimpan di rekening-rekening tersebut mencapai lebih dari Rp 1,15 triliun.
Rinciannya meliputi tindak pidana perjudian sebanyak 517 rekening senilai Rp 548,27 miliar, tindak pidana korupsi 280 rekening senilai Rp 540,68 miliar, cybercrime 96 rekening senilai Rp 317,5 juta, tindak pidana pencucian uang (TPPU) 67 rekening senilai Rp 7,29 miliar, narkotika 65 rekening senilai Rp 4,82 miliar, dan penipuan 50 rekening senilai Rp 4,98 miliar.
PPATK juga menemukan tindak pidana perpajakan pada 20 rekening senilai Rp 743,43 juta, penggelapan pada 16 rekening dengan saldo mencapai Rp 31,31 triliun, terorisme pada 3 rekening senilai Rp 539,35 juta, penyuapan pada 2 rekening senilai Rp 5,13 juta, serta perdagangan orang pada 7 rekening senilai Rp 22,83 juta.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]