Pihak swasta yang menggunakan skema ini, kata Tohom Purba, bisa mengatur harga listrik sesuai mekanisme pasar, yang tidak sesuai dengan konstitusi yang menyatakan bahwa penyediaan listrik harus dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Tanggapan serupa juga datang dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja (DPP SP) PT PLN (Persero), Abrar Ali, yang menyatakan bahwa pihaknya sangat sepakat dengan penolakan terhadap power wheeling.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Power wheeling tidak hanya membuka peluang bagi pengusaha, tetapi juga mengancam ketahanan sektor kelistrikan nasional,” ujar Abrar.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan konstitusi, yang mengamanatkan bahwa sektor kelistrikan harus dikuasai oleh negara.
Menurut Abrar, kebijakan power wheeling berpotensi memberi keuntungan besar kepada investor swasta, termasuk investor asing, sementara BUMN sebagai penyedia utama listrik bagi masyarakat akan terpinggirkan.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Kita harus mengedepankan kepentingan nasional, bukan kepentingan segelintir orang atau pengusaha. Negara harus tetap mengendalikan sektor kelistrikan untuk menjamin harga listrik yang adil dan terjangkau bagi rakyat," tegasnya.
ALPERKLINAS menekankan pentingnya menyusun RUU EBET yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat dan sektor kelistrikan nasional. Mereka berharap agar pembahasan selanjutnya dapat dilakukan secara lebih matang, dengan mengedepankan transparansi dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait masa depan energi di Indonesia.
[ADV/Redaktur: Amanda Zubehor]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.