Melansir Kompas.com, Fadillah mendesak anggota Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) untuk bekerja sama menentang undang-undang baru dari UE tersebut.
Dia juga meminta CPOPC memerangi tuduhan tak berdasar yang dibuat oleh UE serta Amerika Serikat (AS) tentang keberlanjutan minyak sawit.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
CPOPC, yang dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia, sebelumnya menuduh UE menyasar minyak sawit dengan tidak adil.
Menanggapi Fadillah, Duta Besar UE untuk Malaysia Michalis Rokas mengatakan bahwa blok tersebut tidak melarang impor minyak sawit dari negara Malaysia.
Dia juga membantah bahwa undang-undang terbaru dari UE menciptakan hambatan ekspor Malaysia.
Baca Juga:
Kejagung Geledah Kantor KLHK Terkait Dugaan Korupsi Kelapa Sawit Senilai Ratusan Miliar
“(Hukum) berlaku sama untuk komoditas yang diproduksi di negara mana pun, termasuk negara anggota UE, dan bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan lebih lanjut,” kata Rokas kepada Reuters.
Rokas menambahkan, dia berharap dapat bertemu dengan Fadillah untuk meredakan kekhawatiran Malaysia.
Di sisi lain, permintaan UE atas minyak sawit diperkirakan akan menurun secara signifikan selama 10 tahun ke depan, bahkan sebelum undang-undang baru tersebut disetujui.