Tujuannya untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng. Bahkan, kata Faisal pemerintah sempat 'menggertak' untuk melarang ekspor CPO dan turunannya.
Faisal mengatakan walau harga minyak sawit dunia melonjak, tapi volume ekspor CPO dan turunannya naik tipis dari 34 juta ton pada 2020 menjadi 34,2 juta ton pada 2021.
Baca Juga:
Kadin PUPR-Kaltara Dukung PSN seperti KIPI dan PLTA Mentarang di Provinsi
Kenaikan tipis volume ekspor terjadi di saat terjadi lonjakan harga dan beriringan dengan penurunan produksi CPO dari 47,03 juta ton pada 2020 menjadi 46,89 juta ton pada 2021.
Faisal menilai kenaikan harga minyak goreng di tengah penurunan produksi dan ekspor CPO dikarenakan pergeseran besar dalam konsumsi CPO di dalam negeri. Di masa lalu, pengguna CPO yang dominan di dalam negeri adalah industri pangan, termasuk minyak goreng.
Namun sejak pemerintah menerapkan kebijakan mandatori biodiesel, alokasi CPO untuk campuran solar berangsur naik.
Baca Juga:
Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2024: Eksplorasi Lima Pulau di Kalimantan Utara
Peningkatan tajam terjadi pada 2020 dengan diterapkannya Program B20 (20 persen kandungan CPO dalam biosolar).
"Akibatnya, konsumsi CPO untuk biodiesel naik tajam dari 5,83 juta ton pada 2019 menjadi 7,23 juta ton pada 2020 atau kenaikan sebesar 24 persen. Sebaliknya, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton pada 2019 menjadi 8,42 juta ton pada 2020," imbuhnya.
Ia mengatakan pola konsumsi CPO dalam negeri seperti itu terus berlanjut pada 2021 dan diperkirakan porsi untuk biodiesel akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan porsi CPO dalam biodiesel lewat Program B30 atau bahkan lebih tinggi lagi.