Ia mencontohkan praktik sehari-hari, misalnya transaksi melalui e-commerce lokal yang menggunakan server Amazon Web Services di AS, masuk kategori transfer data pribadi lintas negara.
“Tanpa pengakuan formal terhadap sistem perlindungan AS, praktik ini bisa melanggar hukum,” ujarnya.
Baca Juga:
Petik Sepmor Dihalaman Rumah Warga,Dua Sekawan Dijemput Tekab Dari Pajak Roga Berastagi.
Mufti menegaskan bahwa pengawasan ketat tetap dibutuhkan, pemerintah harus menilai kecukupan perlindungan data di AS, melakukan audit berkala terhadap perusahaan penerima data, dan melibatkan subjek data dalam setiap keputusan penting.
“UU PDP memberi kita alat, tapi alat tak berguna kalau tidak ada yang menggunakannya,” tambahnya.
Ia menekankan, “Data pribadi adalah hak, bukan alat transaksi cuma-cuma. Negara belum menyerahkan data kita ke tangan asing, tapi jalannya bisa terjadi jika kita lengah. Data adalah hak asasi digital, dan seperti tanah air, data pun harus dibela.”
Baca Juga:
emerintah Alokasikan Rp6,3 Triliun untuk Lanjutkan Pembangunan Ibu Kota Nusantara 2026
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.