WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia berhasil menempati peringkat ke-8 sebagai ekonomi terbesar di dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP) pada tahun 2024.
Data ini diperoleh dari laporan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
Baca Juga:
Sri Mulyani Bicara Terkait Performa Baik APBN Ditengah Dinamika Global
Tiongkok tetap menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia, mencatatkan PDB sebesar USD37,07 triliun atau sekitar Rp600 kuadriliun (dengan kurs 1 USD = Rp16.188,2).
Di posisi kedua, Amerika Serikat membukukan PDB senilai USD29,17 triliun atau setara Rp472,2 kuadriliun, menjadikannya tertinggal dari Tiongkok.
India menempati posisi ketiga dengan PDB USD16,02 triliun atau sekitar Rp259,3 kuadriliun.
Baca Juga:
RI-Malaysia Sepakat Dorong ASEAN-GCC sebagai Kekuatan Ekonomi Baru
Selanjutnya, Rusia menduduki posisi keempat dengan PDB sebesar USD6,91 triliun atau Rp111,8 kuadriliun.
Jepang berada di urutan kelima dengan PDB USD6,57 triliun (Rp106,3 kuadriliun), disusul oleh Jerman di peringkat keenam dengan PDB USD6,02 triliun (Rp97,4 kuadriliun).
Brasil berada di posisi ketujuh dengan PDB USD4,7 triliun atau Rp76 kuadriliun, diikuti oleh Indonesia di peringkat kedelapan dengan PDB USD4,66 triliun atau Rp75,4 kuadriliun, sejajar dengan Brasil.
Indonesia Ungguli Prancis dan Inggris
Dengan capaian tersebut, Indonesia berhasil melampaui beberapa negara maju seperti Prancis dan Inggris.
Prancis berada di peringkat kesembilan dengan PDB USD4,36 triliun atau Rp70,5 kuadriliun, sementara Inggris menempati posisi kesepuluh dengan PDB USD4,28 triliun atau Rp69,2 kuadriliun.
Keberhasilan Indonesia mencapai posisi ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang kuat di tengah tantangan global yang terus berlangsung.
Menurut laporan IMF dalam "World Economic Outlook Update January 2025", pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 3,3 persen pada tahun 2025 dan 2026, sedikit di bawah rata-rata historis 3,7 persen pada periode 2000–2019.
Secara keseluruhan, proyeksi ekonomi tahun 2025 tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan perkiraan dalam Prospek Ekonomi Dunia (WEO) Oktober 2024.
Peningkatan ekonomi Amerika Serikat mengimbangi perlambatan di beberapa negara besar lainnya.
IMF juga memperkirakan inflasi global akan menurun menjadi 4,2 persen pada tahun 2025 dan 3,5 persen pada 2026.
Negara-negara maju diproyeksikan mencapai target inflasi lebih cepat dibandingkan negara berkembang.
Namun, IMF mengingatkan bahwa kebijakan yang memengaruhi proses disinflasi dapat menghambat pelonggaran kebijakan moneter, yang berpotensi berdampak pada stabilitas fiskal dan keuangan.
Untuk mengatasi risiko ini, IMF menekankan perlunya keseimbangan antara pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta pentingnya reformasi struktural dan kerja sama multilateral.
Tren Ekonomi Global
Ekonomi global tetap stabil, meskipun pertumbuhan PDB menunjukkan variasi di berbagai negara.
Pada kuartal ketiga 2024, pertumbuhan global tercatat 0,1 persen lebih rendah dari proyeksi WEO Oktober 2024, setelah beberapa negara di Asia dan Eropa melaporkan data yang mengecewakan.
Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi tercatat 4,7 persen secara tahunan, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Meski ekspor tumbuh lebih cepat dari ekspektasi, perlambatan konsumsi akibat ketidakpastian di sektor properti dan rendahnya kepercayaan konsumen menghambat pemulihan.
India juga mengalami perlambatan yang lebih tajam dari yang diperkirakan, terutama di sektor industri.
Sementara itu, pertumbuhan di zona euro terus melemah, dengan Jerman tertinggal dari negara-negara Eropa lainnya akibat menurunnya permintaan manufaktur dan ekspor, meskipun konsumsi meningkat.
Di Jepang, output ekonomi sedikit terkontraksi akibat gangguan pasokan.
Sebaliknya, ekonomi Amerika Serikat tetap menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan sebesar 2,7 persen pada kuartal ketiga, didorong oleh konsumsi domestik yang kuat.
Secara keseluruhan, tren desinflasi global masih berlanjut, tetapi beberapa negara mengalami stagnasi dalam menurunkan inflasi, yang berpotensi memperpanjang tekanan ekonomi global.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]