WahanaNews.co | Harga minyak merosot hampir 2 persen pada penutupan perdagangan Rabu (7/10/2021), turun dari harga tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Dilansir Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember anjlok US$ 1,48 atau 1,8 persen menjadi US$ 81,08 per barel, setelah menguat di level US$ 83,47 dolar AS, tertinggi sejak Oktober 2018.
Baca Juga:
Harga Minyak Dunia di Tengah Sengitnya Perang Israel-Hamas
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November jatuh US$ 1,50 atau 1,9 persen menjadi US$ 77,43 per barel, setelah mencapai US$ 79,78, tertinggi sejak November 2014.
Penurunan harga minyak didorong oleh kenaikan persediaan minyak mentah AS yang tidak diprediksi sebelumnya dan mendorong pembeli untuk mengambil keuntungan setelah melonjak baru-baru ini.
Persediaan minyak mentah AS naik 2,3 juta barel pekan lalu, terhadap ekspektasi untuk penurunan moderat 418.000 barel, kata Departemen Energi AS.
Baca Juga:
Goldman Sachs Prediksi Minyak Melonjak ke US$105 per Barel Tahun 2023
Persediaan bensin juga naik, sementara persediaan distilat turun hanya sedikit.
"Kami melihat beberapa aksi ambil untung karena minyak telah naik secara signifikan," kata Gary Cunningham, direktur Tradition Energy di Stamford, Conn.
Harga patokan global Brent telah melonjak lebih dari 50 persen tahun ini, menambah tekanan inflasi yang dapat memperlambat pemulihan dari pandemi Covid-19.
Gas alam telah melonjak ke rekor puncak di Eropa dan harga batu bara dari eksportir utama juga mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Lonjakan terbaru dalam harga minyak mentah telah didukung oleh penolakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk meningkatkan produksi dan kekhawatiran tentang pasokan energi yang ketat secara global.
Pada Senin (4/10/2021), OPEC, Rusia, dan sekutu lainnya, yang dikenal sebagai OPEC+, memilih untuk tetap dengan rencana untuk meningkatkan produksi secara bertahap dan tidak meningkatkannya lebih jauh seperti yang telah didesak oleh Amerika Serikat dan negara-negara konsumen lainnya.
Pasar tergelincir pada sore hari setelah Menteri Energi AS, Jennifer Granholm, mengatakan kepada Financial Times adanya kemungkinan bahwa AS dapat memerangi harga yang lebih tinggi dengan melepaskan minyak dari cadangan strategis atau berpotensi menghentikan ekspor minyak mentah.
Harga minyak turun setelah berita itu, tetapi penurunannya moderat.
Amerika Serikat mengakhiri larangan 40 tahun ekspor minyak mentah pada akhir 2015 dan sekarang mengirimkan lebih dari 3 juta barel minyak mentah setiap hari.
"Saya tidak berpikir kita berada pada titik di mana kita ingin membatasi ekspor minyak mentah atau gas alam," kata Cunningham.
Produksi AS meningkat menjadi 11,3 juta barel per hari, pulih dari penutupan terkait badai lebih dari sebulan yang lalu menjadi rebound mendekati level tertinggi pandemi tetapi masih jauh dari rekor 13 juta barel per hari yang ditetapkan pada 2019.
Dengan perusahaan serpih membatasi pengeboran untuk berkonsentrasi pada pengembalian investor, produksi AS belum mengimbangi pengurangan oleh OPEC+. [dhn]