Destinasi ini menawarkan suguhan berupa kolam alami dengan airnya yang jernih yang berasal dari sebuah mata air di dalam gua.
Dulunya mata air ini tidak terawat, namun berkat inisiatif warga yang melakukan pembersihan dan pemanfaatan, hingga perlahan-lahan berubah menjadi salah satu destinasi wisata. Air yang mengalir dari ketinggian juga banyak menghadirkan air terjun alami yang amat menarik untuk dikunjungi.
Baca Juga:
Kemenparekraf Dukung Pelaksanaan Pusbatara Run 2024
Selain itu Desa Wisata Jatimulyo juga merupakan salah satu desa yang menjadi pelopor kegiatan konservasi burung. Tidak hanya berkesempatan untuk lebih banyak mengenal berbagai macam jenis burung dan lebih dekat dengan alam, wisatawan juga bisa mengadopsi sarang burung.
Dalam program "Adopsi Burung” ini, semua komponen masyarakat terlibat dalam beberapa rangkaian kegiatannya, mulai dari pemilik lahan, tim monitoring yang merupakan masyarakat yang tergabung dalam kelompok KTH (Kelompok Tani Hutan) Wanapaksi, Pemerintah Desa Jatimulyo, dan yang sudah tentunya yaitu para adopter yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
Menparekraf sendiri dalam kegiatan tersebut juga berkesempatan berpartisipasi dalam program tersebut.
Baca Juga:
MenEkraf: "D-Futuro Futurist Summit 2024" Lahirkan Gagasan dan Inovasi Perkuat Ekraf
Desa Wisata Jatimulyo juga sebagai pionir desa wisata di Indonesia yang telah mendapatkan "Renewable Energy Certificate".
"Desa wisata ini juga memiliki banyak cerita (potensi) lainnya, seperti Gua (Kiskendo) sebagai salah satu gua karst tertinggi di Pulau Jawa, ada juga sumber air yang dipakai untuk pencucian di Hari Raya Waisak, dan ada juga tiga atau empat desa wisata di sekeliling Desa Wisata Jatimulyo ini," kata Sandiaga.
"Mudah-mudahan kita bisa rajut menjadi sebuah kawasan yang menjadi kawasan community base karena 10 persen dari masyarakat di sini adalah bersinggungan dengan kegiatan pariwisata," ujar Sandiaga.