Minim Pengawasan
Baca Juga:
Usai Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Pendukung Protes: Ini Pesanan
Lebih jauh, Bambang menjabarkan bahwa pengawasan terhadap distribusi gula hasil olahan yang tidak ketat dan transparan memunculkan potensi rembesan dari yang seharusnya dijual ke industri menjadi ke pasar konsumsi.
Gula olahan yang tidak sesuai peruntukan dan masuk ke pasar konsumsi itu pun otomatis merugikan petani tebu, karena semakin menekan harga gula petani dan membuat gula hasil petani tidak terserap di pasaran.
”Potensi rembesan dari gula olahan yang seharusnya untuk industri itu selama ini terus terjadi dan mengkhawatirkan. Sementara, dengan disparitas harga yang tinggi, perusahaan-perusahaan itu bisa memetik keuntungan yang besar sampai 40 persen dengan menjual diam-diam ke pasar konsumsi,” kata Bambang, yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR.
Baca Juga:
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Tom Lembong Kasus Korupsi Impor Gula
Praktik tersebut dilakukan di tengah semakin membengkaknya impor gula mentah (raw sugar) untuk diolah menjadi gula kristal rafinasi untuk kebutuhan industri.
Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Pangan, 26 Oktober 2021 lalu, pemerintah menerbitkan rekomendasi persetujuan impor sebesar 3,48 juta ton gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal rafinasi.
Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan kuota impor gula kristal mentah untuk rafinasi tahun 2021 sebesar 3,2 juta ton. Secara umum, pemerintah memberikan rekomendasi impor gula mentah sebanyak 4,37 ton tahun ini, dengan rincian impor gula mentah untuk rafinasi sebanyak 3,48 juta ton dan impor gula mentah untuk kebutuhan konsumsi sebanyak 900.000 ton.