WahanaNews.co | Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ditekan oleh negara-negara lain terkait pengiriman hasil tambang.
Erick menyebut Indonesia ditekan untuk mengirim sebanyak-banyaknya hasil tambang ke negara lain.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
"Bapak Presiden tidak mau tanda tangan waktu di G20 mengenai supply chain. Kenapa? Salah satunya kita ditekan bahwa industri pertambangan kita harus dikirim sebanyak-banyaknya ke negara lain," kata Erick dalam acara Orasi Ilmiah 'Globalization And Digitalization: Strategi BUMN Pasca Pandemi' yang digelar Universitas Brawijaya, Sabtu (27/11/2021).
Erick menyebutkan, pemerintah sepakat untuk sumber daya alam digunakan untuk pertumbuhan ekonomi bangsa.
"Jadi apa bedanya, waktu zaman dulu VOC datang ke sini mencari pala dan rempah. Hari ini juga sama sumber daya alam kita harus dibuka. Tentu kita tidak sepakat dan tidak mau sumber daya alam kita untuk bangsa lain," jelas Erick.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Pendapat Jokowi Soal Supply Chain
Sementara Jokowi sempat berbicara mengenai rantai pasokan (supply chain) Indonesia yang terbatas bagi negara berkembang di pertemuan G20.
"Dampak disrupsi lebih terasa bagi negara berkembang. Pada masa pandemi, kita saksikan terbatasnya akses negara berkembang pada vaksin, alat kesehatan dan obat-obatan. Tugas kita semua adalah mewujudkan ekosistem rantai pasok global yang tangguh, diversified dan berkelanjutan, tidak hanya berdimensi ekonomi, namun juga pembangunan," kata Jokowi saat menyampaikan pandangannya pada KTT Rantai Pasok Global, seperti dalam keterangan tertulis dari Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Senin (1/11/2021).
Untuk jangka pendek, kata Jokowi, ada dua hal yang harus dipastikan. Pertama, perlu ada reaktivasi konektivitas global, termasuk mobilitas pelaku usaha dan tenaga kerja.
"Kita perlu memastikan pengakuan dan keberterimaan vaksin secara universal, sesuai standar WHO, sekaligus memfasilitasi pemulihan perjalanan internasional yang nondiskriminatif," ujar Jokowi.
Kedua, Jokowi mendorong peningkatan kapasitas dan kesempatan sektor swasta dalam mengakses rantai pasok global. Terkait hal tersebut, Jokowi mengatakan Indonesia telah melakukan pembenahan regulasi dan peningkatan iklim usaha, antara lain melalui UU Cipta Kerja.
"Kami juga terus mendorong dan mempercepat transformasi digital dan otomatisasi untuk meningkatkan ketelusuran rantai pasokan serta memperluas akses para pelaku usaha pada rantai pasok, termasuk UMKM," imbuh Jokowi.
Sementara itu, untuk jangka panjang, Jokowi memandang perlu kolaborasi setiap negara untuk tiga hal lainnya. Pertama, kata Jokowi, perlu ada penguatan infrastruktur logistik.
Menurut Jokowi, semua negara perlu mendukung investasi dan kerja sama teknologi guna memperkuat kapasitas dan sebaran infrastruktur logistik, terutama bagi negara berkembang.
"Melalui kemitraan swasta dan pemerintah, Indonesia sedang membangun dan memperbaharui 30 pelabuhan di seluruh wilayah kami," katanya.
Kedua, diversifikasi sumber pasokan. Jokowi meyakini kerja sama investasi dan industri antarnegara serta penguatan arus perdagangan yang saling menguntungkan adalah kunci.
Ketiga, risiko terbesar di jangka panjang adalah proteksionisme perdagangan yang berpotensi merusak rantai pasok global.
"Kita harus bekerja sama dengan semangat saling mendukung, bukan saling membatasi, mendorong kebijakan yang konstruktif dan tidak diskriminatif, sesuai dengan prinsip hukum internasional, sekaligus menghormati konteks nasional dan hak berdaulat tiap negara," papar Jokowi. [rin]