WahanaNews.co | Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, masalah gagal bayar utang perusahaan properti terbesar kedua di China, Evergrande, tak akan mempengaruhi industri di Indonesia. Hal ini tampak dari penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) yang tetap tinggi.
"Pengaruhnya ke kondisi properti dari sisi kredit (KPR) juga terus naik," ungkap Perry dalam konferensi pers, Selasa (19/10).
Baca Juga:
3 Faktor Ini Bikin Rupiah Loyo ke Level Rp15.500, Dolar AS Terus Menguat
Ia mengatakan penyaluran KPR naik 8,67 persen per September 2021. Hal ini menandakan permintaan di sektor properti tetap tinggi.
Selain itu, Perry menyebut industri properti di Indonesia masih sehat. Hal itu karena masih jauh dari fenomena bubble (gelembung properti).
"Karena permintaan belum tinggi, meski sudah ada kenaikan terlihat dari sisi kredit, tapi pasokannya masih jauh lebih besar daripada permintaannya," jelas Perry.
Baca Juga:
Begini Sejarah Dolar AS yang Kini Jadi Mata Uang Patokan di Dunia
Sebelumnya, Perry menyebut isu gagal bayar dari Evergrande akan mempengaruhi pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Salah satunya bisa langsung terlihat pada pasar modal dalam negeri.
Kendati begitu, Perry percaya kondisi fundamental ekonomi RI bakal lebih menonjol dibandingkan kondisi teknikal global. Dengan demikian, dampaknya hanya akan terasa dalam jangka pendek.
"Memang karena berpengaruh ke pasar modal global memang ada pengaruhnya terhadap pasar modal Indonesia. Lebih karena faktor eksternal bukan faktor domestik, itu yang bisa kami simpulkan," ucap Perry.
Sebagai informasi, Evergrande dilaporkan terlilit utang US$300 miliar atau Rp 4.277 triliun (asumsi kurs Rp 14.256 per dolar AS) dan terancam bangkrut. Raksasa real-estate asal China tersebut mengisyaratkan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar utang.
Sebagian pihak khawatir masalah raksasa real estate China ini akan seperti Lehman Brothers, raksasa perbankan AS yang bangkrut pada 2008 dan memicu krisis keuangan global. [rin]