WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sorotan publik kembali tertuju pada kompleks Senayan setelah Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengungkapkan adanya penyesuaian besar pada sejumlah tunjangan anggota dewan yang nilainya mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Salah satu yang mencolok adalah tunjangan beras, yang sebelumnya berada di kisaran Rp 10 juta, kini naik menjadi Rp 12 juta setiap bulan.
Baca Juga:
Bamsoet: Kepemimpinan Generasi Muda Menentukan Daya Tahan Indonesia di Era Disrupsi Teknologi dan Geopolitik
Begitu pula dengan tunjangan bensin, yang semula berkisar Rp 4–5 juta, kini melonjak hingga Rp 7 juta per bulan.
Selain itu, anggota DPR juga menerima tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan, seiring keputusan untuk tidak lagi memberikan rumah dinas kepada legislator.
Khusus pimpinan DPR tidak menerima tunjangan rumah tersebut karena mereka masih difasilitasi dengan rumah dinas.
Baca Juga:
Bamsoet Ajak Sejawat Alumni Lemhannas Perkuat Ketahanan Nasional Hadapi Dinamika Geopolitik Global
“Saya kira masuk akal kalau Rp 50 juta per bulan, karena anggota tidak lagi diberi rumah dinas,” ujar Adies.
Meski berbagai tunjangan mengalami kenaikan, Adies menegaskan bahwa gaji pokok anggota DPR tidak pernah berubah selama 15 tahun terakhir.
Menurutnya, gaji dasar tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah, sementara penyesuaian tunjangan dilakukan melalui surat keputusan dan regulasi pendukung.
Pertanyaan pun muncul, siapa sebenarnya yang berwenang menentukan gaji dan tunjangan anggota DPR.
Gaji anggota DPR RI tidak ditetapkan secara sepihak oleh lembaga legislatif itu sendiri.
Dasarnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 yang menegaskan bahwa pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara berhak memperoleh gaji pokok setiap bulan.
Selain itu, mereka juga menerima berbagai tunjangan.
Namun, rincian besaran gaji dan tunjangan tersebut tidak langsung diatur dalam undang-undang, melainkan ditetapkan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 5 ayat (1) dan (2), presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang bersama DPR sekaligus memiliki kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Dengan demikian, jelas bahwa penetapan gaji DPR menjadi kewenangan Presiden Republik Indonesia, yang dituangkan melalui Peraturan Pemerintah sebagai dasar hukum teknisnya.
Melalui regulasi tersebut, presiden menetapkan besaran gaji pokok anggota DPR, sementara lembaga terkait seperti Kementerian Keuangan dan Sekretariat Jenderal DPR mengatur rincian teknis tunjangannya.
Rincian mengenai gaji anggota DPR sendiri sudah diatur secara resmi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000.
Aturan ini memuat ketentuan tentang gaji pokok pimpinan lembaga tertinggi maupun tinggi negara, anggota lembaga tinggi negara, serta uang kehormatan bagi pejabat terkait.
Dengan dasar hukum tersebut, gaji pokok anggota DPR ditetapkan sebesar Rp 4,2 juta per bulan.
Sementara itu, Ketua DPR menerima Rp 5,04 juta dan Wakil Ketua DPR memperoleh Rp 4,62 juta setiap bulan.
Namun, gaji pokok hanyalah bagian kecil dari total penghasilan seorang anggota dewan.
Jumlah besar justru datang dari beragam tunjangan yang menyertai, sehingga total kompensasi yang diterima jauh lebih tinggi daripada gaji dasarnya.
Ketentuan penghasilan itu juga diperkuat dengan Surat Edaran Sekretariat Jenderal DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang pemberian gaji pokok dan tunjangan, serta Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 yang mengatur penyesuaian indeks tunjangan.
Berikut daftar rincian tunjangan anggota DPR RI per bulan.
Untuk tunjangan melekat, terdapat tunjangan istri atau suami sebesar 10 persen dari gaji pokok atau Rp 420.000, tunjangan anak maksimal dua anak sebesar Rp 168.000, uang sidang atau paket Rp 2 juta, tunjangan jabatan Rp 18,9 juta bagi ketua, Rp 15,6 juta bagi wakil ketua, dan Rp 9,7 juta bagi anggota, tunjangan beras untuk empat jiwa sebesar Rp 30.090 per orang atau Rp 120.360, serta tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp 2.699.813.
Untuk tunjangan lain, ada tunjangan kehormatan Rp 6,69 juta bagi ketua, Rp 6,45 juta bagi wakil ketua, dan Rp 5,58 juta bagi anggota, tunjangan komunikasi Rp 16,468 juta bagi ketua, Rp 16,009 juta bagi wakil ketua, dan Rp 15,554 juta bagi anggota, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 5,25 juta bagi ketua, Rp 4,5 juta bagi wakil ketua, dan Rp 3,75 juta bagi anggota, bantuan listrik dan telepon Rp 7,7 juta, asisten anggota Rp 2,25 juta, fasilitas kredit mobil Rp 70 juta, dan tunjangan perumahan Rp 50 juta.
Sementara untuk biaya perjalanan dinas, terdapat uang harian daerah tingkat I sebesar Rp 5 juta, uang harian daerah tingkat II sebesar Rp 4 juta, uang representasi daerah tingkat I sebesar Rp 4 juta, dan uang representasi daerah tingkat II sebesar Rp 3 juta.
Dengan komposisi itu, seorang anggota DPR yang sudah berkeluarga dengan dua anak bisa membawa pulang sekitar Rp 116,2 juta per bulan hanya dari gaji dan tunjangan rutin.
Jika ditambah dengan tunjangan perumahan Rp 50 juta serta berbagai tunjangan situasional lainnya, maka angka total bisa mendekati Rp 230 juta per bulan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]