Mirza juga menyoroti dampak negatif penggunaan PayLater yang bisa berakibat buruk di masa depan. Setiap transaksi kredit melalui PayLater akan tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK.
SLIK merupakan sistem OJK yang mencatat riwayat kredit seseorang dan digunakan oleh bank untuk menilai kelayakan kredit nasabah saat mengajukan pinjaman, termasuk Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
Baca Juga:
Tak Kalah Bahaya dari Judi Online, Banyak Warga RI Ketagihan Paylater
"Meski hanya meminjam sejumlah kecil, misalnya US$10 atau US$50, nama mereka akan masuk ke dalam SLIK. Jika peminjam gagal atau lupa membayar, hal ini bisa menimbulkan masalah karena tercatat sebagai riwayat buruk dalam kredit mereka," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan pihaknya telah bekerja sama dengan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk meningkatkan literasi keuangan di Indonesia yang saat ini baru mencapai sekitar 65 persen.
Kolaborasi ini diwujudkan melalui konferensi OECD/INFE-OJK yang membahas edukasi keuangan di seluruh dunia, dengan harapan Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain.
Baca Juga:
Wajib Tahu! Ini Jenis Pinjaman yang Masuk Daftar BI Checking
"Kita perlu aktif di forum internasional karena bisa mendapatkan rekomendasi kebijakan yang baik," ujar Friderica, yang akrab disapa Kiki.
Kiki juga mencatat bahwa masih banyak masyarakat yang mudah percaya pada investasi yang dipromosikan oleh influencer tanpa memeriksa lebih lanjut apakah produk tersebut benar-benar dapat dipercaya. Fenomena ini ternyata juga terjadi di luar negeri.
"Regulator di seluruh dunia menghadapi masalah serupa. Influencer yang punya banyak pengikut sering mempromosikan saham atau produk asuransi, dan banyak orang yang ikut tanpa pengetahuan mendalam, yang akhirnya merugikan mereka," ungkapnya.