WahanaNews.co, Jakarta - Kemajuan teknologi dan berkembangnya gaya hidup masyarakat berimbas pada kebutuhan yang semakin bertambah dan beragam akan produk makanan dan minuman (mamin). Hal ini tentunya membuat tingkat persaingan bisnis antar pelaku usaha mamin semakin ketat.
Industri Kecil dan Menengah (IKM) di sektor ini perlu mempersiapkan diri untuk beradaptasi dan berinovasi untuk meningkatkan daya saingnya, dengan membaca tren dan kebutuhan pasar, baik pasar dalam negeri maupun ekspor.
Baca Juga:
Jubir Kemenperin: Kebijakan TKDN Justru Lindungi Investasi di Indonesia
Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk mendorong para pelaku IKM pangan terus berinovasi menciptakan produk-produk inovatif, sehingga dapat bertahan, bahkan mengembangkan usahanya di situasi yang dinamis seperti saat ini. Langkah tersebut diwujudkan dengan menyelenggarakan Program Indonesia Food Innovation (IFI) yang pada tahun 2024 ini merupakan pelaksanaan yang kelima kali.
“Langkah ini sebagai pendorong bagi para pelaku IKM pangan untuk mendapatkan pembinaan dan pendampingan yang tepat dari para ahli di bidang bisnis maupun teknis. Diharapkan, program ini dapat mengakselerasi bisnis mereka menuju IKM modern yang marketable, profitable, dan sustainable hingga nantinya dapat meningkatkan skala bisnis IKM yang dibina,” ucap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka Kemenperin, Reni Yanita, pada Kick Off IFI 2024 di Jakarta, Kamis (6/6).
Industri Makanan dan Minuman merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dan potensi yang besar dalam mendukung perekonomian Indonesia.
Baca Juga:
Kemenperin Buka Peluang Kerja Sama Lebih Lanjut dengan Provinsi Kampung Halaman Wuling
Terbukti, pada Triwulan-I tahun 2024, struktur PDB Industri Pengolahan Non-Migas didominasi oleh sektor Industri Makanan dan Minuman yang memberikan kontribusi sebesar 39,91%, atau 6,47% dari total PDB Nasional.
“Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai ekspornya pada April 2024 yang mencapai USD2,71 miliar atau 19,4% dari ekspor Industri Pengolahan Non-Migas. Ini merupakan ekspor terbesar kedua setelah Industri Logam Dasar,” ucap Reni.
Reni mengungkapkan bahwa sebagian dari nilai tersebut merupakan kontribusi IKM pangan yang berjumlah sekitar 1,7 juta unit usaha, dengan menyerap sekitar 3,6 juta tenaga kerja sehingga tergolong sebagai industri padat karya.