WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengusulkan agar pemerintah menerapkan tarif balasan resiprokal terhadap produk Amerika Serikat (AS) sebagai langkah jangka pendek untuk menciptakan perdagangan yang lebih adil.
"Jika mereka memberlakukan tarif tinggi, kita juga harus menyesuaikan. Tarif dibalas tarif. Namun, opsi lain seperti menurunkan tarif untuk produk AS juga bisa dipertimbangkan demi keseimbangan," ujar Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, di Jakarta, Minggu.
Baca Juga:
Pemerintah Tahan Kenaikan Tarif Listrik TW II, PLN Fokus pada Pelayanan Maksimal
Basuki menyatakan bahwa pihaknya khawatir dengan dampak kebijakan tarif AS terhadap industri komponen otomotif nasional.
GIAMM menilai pemerintah perlu mengambil langkah strategis, mengingat ekspor komponen otomotif Indonesia ke AS saat ini merupakan yang terbesar kedua setelah Jepang.
"Kebijakan ini jelas berdampak besar bagi industri kita. Sebelumnya, tarif masuk ke AS relatif rendah, sedangkan produk Amerika yang masuk ke Indonesia justru dikenakan tarif jauh lebih tinggi," jelasnya.
Baca Juga:
Trump Naikkan Tarif ke 104%, China Santai: Kami Punya Jurus Balasan
Selain itu, GIAMM juga menyoroti potensi membanjirnya produk komponen otomotif asal China ke Indonesia sebagai dampak dari kebijakan perdagangan AS terhadap negara tersebut.
Sebagai langkah antisipasi, GIAMM mendorong pemerintah untuk tidak hanya menyesuaikan tarif, tetapi juga memperkuat hambatan nontarif seperti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Hal ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan barang impor yang kurang kompetitif dari segi kualitas dan harga.
GIAMM juga mengajak pemerintah memperkuat diplomasi dagang dengan negara mitra guna memastikan industri nasional mendapat perlindungan yang memadai sehingga tetap bisa tumbuh dan berkontribusi terhadap perekonomian.
"Meski ada tantangan, kami tetap optimistis. Pasar Amerika masih terbuka. Selama tarif yang dikenakan terhadap China lebih tinggi dari Indonesia, produsen dalam negeri masih memiliki peluang untuk bersaing," tambah Basuki.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen terhadap barang-barang dari berbagai negara, termasuk Indonesia, pada Rabu (2/4/2025).
Menurut unggahan Gedung Putih di Instagram, Indonesia menempati urutan kedelapan dalam daftar negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.
Sebanyak 60 negara lainnya juga akan dikenakan tarif timbal balik yang setara dengan separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS.
Selain Indonesia, beberapa negara Asia Tenggara yang juga terdampak kebijakan ini adalah Malaysia (24 persen), Kamboja (49 persen), Vietnam (46 persen), dan Thailand (36 persen).
[Redaktur: Ajat Sudrajat]