Pada tahun 2017 mereka tidak menggunakan minyak sawit sama sekali dan hanya menggunakan 20% minyak bersertifikat.
Paganini mengatakan saat ini produsen dan pengolah makanan di Eropa berada di bawah tekanan kelangkaan komoditas dan melonjaknya harga minyak nabati, terutama minyak nabati non sawit.
Baca Juga:
Pemerintah Uji Pakai BBM Solar Campur Minyak Sawit 40% di Kereta Api
Karena itu, mereka harus mencari alternatif.
“Minyak sawit adalah pilihan terbaik,” tegasnya.
Pihaknya mempercayai bahwa setelah kehebohan boikot kelapa sawit, banyak perusahaan menyadari bahwa ternyata mereka tidak menghasilkan uang (mereka benar-benar menyia-nyiakannya untuk promosi dan reformulasi) dan mereka tidak banyak mendapat keuntungan dari boikot tersebut.
Baca Juga:
Harga CPO Turun Terdampak Upaya Diplomatik Israel-Hamas
"Minyak kelapa sawit menawarkan lebih banyak kesinambungan dan merupakan lemak yang lebih baik untuk makanan mereka,” ucapnya.
Kelangkaan dan mahalnya minyak bunga matahari memberikan kesempatan kepada banyak produsen makanan untuk kembali ke minyak yang memberikan mereka performa kinerja terbaik, yakni minyak sawit.
Saat ini, kata Paganini, merupakan momentum yang sangat baik bagi produsen minyak sawit untuk masuk ke Eropa, setelah bertahun-tahun diboikot oleh negara-negara di Benua Biru ini.