Menurut Praktisi Migas Tumbur Parlindungan, pada dasarnya potensi migas di Tanah Air masih sangat besar, namun sayangnya ini tidak didukung oleh iklim investasi yang baik bagi investor.
"Potensinya Indonesia itu masih besar sekali. Investment climate-nya yang tidak mendukung," ungkap Tumbur kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (16/12/2021).
Baca Juga:
SKK Migas: Produksi Minyak Indonesia Capai 616 Ribu Barel per Hari
Dia menyebut kasus nyata pada rencana hengkangnya ConocoPhillips dari Indonesia karena kepastian hukum dan kemudahan berbisnis di Australia jauh lebih baik dibandingkan Indonesia.
Dia pun menyinggung, dengan diberikannya seluruh blok migas yang kontraknya berakhir ke PT Pertamina (Persero), ini menjadi isu bahwa pemerintah mencoba menasionalisasikan industri hulu migasnya.
Menurutnya, hal ini seolah-olah menandakan bahwa pemerintah Indonesia tidak lagi memerlukan investor asing. Akibatnya, ini merupakan sinyal negatif bagi para investor.
Baca Juga:
Plant 5 Kilang Minyak Balikpapan Terbakar, Pertamina: Suplai BBM ke Masyarakat Tetap Berjalan Normal
"Dengan diberikannya semua blok yang expire ke Pertamina menjadikan issue 'nasionalisasi upstream industry' ini juga menjadi negative signal untuk investor," tegasnya.
Kondisi ini pun menurutnya akan semakin menyulitkan pemerintah untuk mencapai target produksi 1 juta bph minyak dan 12 BSCFD gas pada 2030 mendatang.
"Kalau mau 1 juta, even in 2040, dari sekarang harus massive exploration and itu hanya bisa dilakukan dengan semakin banyak investor yang mau berinvestasi dan melakukan eksplorasi. Sekarang ini terbalik kondisinya," tuturnya menyayangkan.