WahanaNews.co | Perekonomian global sedang menghadapi turbulence dan ketidak pastian. Krisis pangan dan krisis energi-BBM pun tidak terhindarkan sebagai akibat dari dirupsi geopolitik. Akibat lanjutannya seluruh negara dunia, tidak terkecuali Indonesia, dihadapkan pada risiko inflasi yang tinggi. Kurs seluruh negara terhadap mata uang USD ikut mengalami tekanan, pertanggal (29/9) jam 16.30 WIB, sebagai contoh Kurs Rupiah melemah hingga 6.5%, namun berbagai negara melemah jauh lebih dalam, kurs Yen Jepang melemah 20.4%, Kurs China Yuan melemah 11.5%, Kurs Poundsterling melemah 19.8 %, Kurs Thai Bath melemah 12.94%, kurs Dollar Singapura melemah 6.3% dan kurs Peso Pilippina melemah 13.3 %.
Indonesia secara umum relatif lebih baik karena kita bisa menjaga keseimbangan kebijakan fiskal dan moneter secara tepat, disamping kebijakan struktural yang terus dijalankan sehingga kepercayaan dunia usaha dan investor tetap terpelihara. Kebijakan Bank Sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga secara agresif adalah dalam rangka mendinginkan pemanasan inflasi yang sudah terlalu tinggi. Inflasi menjadi musuh terbesar dunia sekarang. Inflasi Indonesia masih berada di level 4 - 5%, sementara inflasi di berbagai negara maju sudah berada di kisaran 8 - 10%.
Baca Juga:
Kejutan di Pilgub Jakarta 2024, Politikus PDIP Effendi Simbolon Dukung All Out Ridwan Kamil
Presiden Joko Widodo dalam acara pengarahan kepada para Kepala Daerah Kamis (29/09), menyampaikan bahwa seperti saat menangani Covid-19, maka penanganan Inflasi juga harus dilakukan bersama-sama antara pusat dan daerah. Upaya yang harus dilakukan, pertama harus menggarap produksi dan pasokan. Sebagai contoh, Cabai Merah kenapa harganya tinggi, karena kurangnya produksi dan pasokan atau suplai. Tugas Kepala Daerah mengajak Petani menanam Cabai Merah, untuk memenuhi pasokan. Kedua, mengurusi ongkos transportasi dari lokasi produksi ke pasar. Misalkan harga Telor naik, maka Pedagang tinggal mengambil dan membeli dari daerah yang memproduksi telor, dan setelah pedagang membeli maka ongkos angkutnya agar ditanggung oleh APBD Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
Kedua hal tersebut (menggarap produksi/ pasokan, dan menanggung ongkos transportasi), bisa dilakukan dengan menggunakan Dana Transfer Umum (DTU) dan Belanja Tidak Terduga (BTT), yang pengaturannya sudah diatur dengan jelas melalui Peraturan Menteri Keuangan dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri.
Sejalan dengan yang disampaikan Presiden Joko Widodo, Menko Airlangga Hartarto menambahkan perlunya terus mendorong peran kerjasama pengendalian inflasi di pusat dan daerah, “TPIP dan TPID harus terus mengidentifikasi wilayah surplus dan defisit, serta menjadi fasilitator yang baik, untuk mendorong kerjasama antar daerah dalam upaya pengendalian inflasi”. Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah harus memperkuat sinergi dalam pengendalian inflasi, termasuk memastikan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pangan strategis, utamanya untuk mengantisipasi peningkatan permintaan di akhir tahun.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Bagi PMT untuk Balita, Bumil dan Ibu Menyusui
Terkait dengan upaya sinergi pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi, Menko Airlangga mengingatkan kembali perlunya upaya bersama untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. “Sinergi dari TPIP dan TPID terus dilakukan melalui berbagai langkah dan program, yang bertujuan untuk menjaga keterjangkauan harga, memastikan ketersediaan pasokan, dan menjamin kelancaran distribusi,” tutur Menko Airlangga.
Sebagai langkah menanggulangi dampak inflasi dan tetap menjaga daya beli masyarakat, Pemerintah mendorong upaya pengendalian inflasi daerah melalui kebijakan-kebijakan berikut:
1. Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi Di Daerah