WahanaNews.co | PT PLN (Persero) melakukan pengembangan biomassa sebagai bahan baku alternatif energi bersih untuk mengurangi emisi karbon, salah satunya melalui program co-firing atau substitusi sebagian batu bara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan biomassa dari tanaman energi. Selain mampu membantu meningkatkan produktivitas lahan, upaya ini juga mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Direktur Rehabilitasi Hutan (RH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nikolas Nugroho menilai langkah PLN dalam pengembangan biomassa sangatlah strategis. Sebab, pemerintah telah memberikan peluang seluas-luasnya untuk pemanfaatan lahan tandus dan rehabilitasi hutan menjadi sumber energi bersih sebagai salah satu cara mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 31 persen atas upaya sendiri atau 43 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
Baca Juga:
Terus Kembangkan Bahan Co-Firing Biomassa, PLN Bersama Kementan Luncurkan Model Pertanian Terpadu
Potensi hutan dan lahan yang bisa dikembangkan untuk menjadi sumber energi baru sudah diakomodir lewat kebijakan dan aturan yang dikeluarkan pemerintah seperti Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 62 tahun 2019 dan Permen LHK nomor 11 Tahun 2021.
Ket foto: Dari kiri ke kanan: Putri Kraton Yogyakarta Gusti Condrokirono, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara saat menandatangani nota kesepahaman terkait pemberdayaan masyarakat DIY dalam transisi energi pada acara Pengembangan Ekosistem Green Economy untuk Mendukung Net Zero Emissions Berbasis Keterlibatan Masyarakat, di Desa Gombang, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (14/3). Lewat nota kesepahaman ini, PLN Energi Primer Indonesia (EPI) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kesultanan Yogyakarta mengembangkan kawasan ekonomi hijau green economy di Yogyakarta. (Dok PLN).
"Sesuai arahan Presiden dan Menteri LHK, kami sangat mendukung pengembangan EBT di dalam negeri. Lewat kebijakan tersebut, pemerintah memayungi aktivitas hutan tanaman untuk dikembangkan menjadi jenis komoditas yang mendukung pengembangan EBT," kata Nikolas dalam Talkshow bertajuk "Menanam Harapan Energi Baru Terbarukan melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan" pada rangkaian acara Festival Lingkungan Iklim Kehutanan dan EBT (LIKE), di Jakarta, Minggu (17/9).
Baca Juga:
Terus Kembangkan Bahan Co-Firing Biomassa, PLN Bersama Kementan Luncurkan Model Pertanian Terpadu
Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo menilai pemanfaatan lahan yang berkelanjutan berperan penting dalam masa depan iklim. Keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola hutan, menurutnya juga menjadi hal krusial.
"Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan hutan bisa dilakukan. Meski memang aspek keberlanjutan dan juga tata kelola yang baik dari aspek masyarakat perlu didukung. Dengan penataan dan keterlibatan langsung, akan semakin banyak masyarakat yang ikut serta dalam pengelolaan hutan ini," tambah Hariadi.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan co-firing yang dikembangkan PLN merupakan inovasi strategis untuk meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan. Tak sampai di situ, dalam menjamin ketersediaan bahan baku biomassa untuk teknologi ini justru mampu menghidupkan lahan tandus milik rakyat sehingga mampu mendorong geliat ekonomi baru.
"Kami sebagai BUMN tak hanya bertanggung jawab dalam menyediakan energi bersih saja. Inovasi yang kami kembangkan ini juga menyasar berbagai aspek, mendorong ekonomi rakyat, menjaga kelestarian hutan dan rehabilitasi lahan tandus serta melepas ketergantungan atas bahan bakar fosil," tegas Darmawan.
Lewat subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), PLN melakukan uji coba pengembangan ekosistem green economy di Gunung Kidul, Yogyakarta. Lahan tandus yang tak terpakai disulap oleh PLN menjadi kawasan green energi sekaligus sebagai sumber kebutuhan pakan ternak.
Upaya yang selaras dengan prinsip Enviromental, Social and Governance (ESG) ini menjadi salah satu penguatan rantai pasok biomassa di Indonesia untuk teknologi co-firing. Lewat upaya ini, masyarakat desa juga mampu menghemat biaya pakan ternak dan memanfaatkan lahan tandus jadi sumber ekonomi baru.
Vice President Pengadaan, Pengendalian dan Logistik Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Erfan Julianto menambahkan pada tahun 2025, PLN EPI akan membutuhkan pasokan biomassa hingga 10,2 juta ton/tahun. Pengembangan ekosistem green economy dan juga sumber biomassa lainnya akan terus dilakukan oleh PLN EPI untuk memperkuat rantai pasok biomassa.
Pada tahun ini, rasio teknologi co-firing di PLTU sebesar 1-3% dengan jumlah volume biomassa sebesar 573 ribu ton. Pada tahun 2025 ratio teknologi cofiring akan ditingkatkan hingga 10%, maka dibutuhkan pasokan biomassa hingga 10,2 juta ton/tahun. Produk kehutanan yang dimanfaatkan PLN EPI seperti sawdust, wood chip maupun wood pellet menjadi salah satu produk unggulan kehutanan.
"Lewat teknologi ini tidak hanya bermanfaat bagi PLN tetapi juga bagi masyarakat luas karena pengembangan hutan energi dan pemanfaatan lahan tandus ini sesuai dengan prinsip circular economy atau ekonomi kerakyatan," tegas Erfan.
Pilot Project pengembangan ekosistem green economy di Gunung Kidul tersebut juga akan direplikasi oleh PLN EPI di beberapa wilayah Indonesia lainnya. Tanpa harus menggangu lahan produktif masyarakat, PLN justru akan memanfaatkan lahan tidur dan lahan tandus menjadi lahan produktif yang tak hanya bermanfaat bagi rantai pasok energi tetapi juga mendorong perekonomian masyarakat.
"Dengan adanya potensi lahan kritis dan potensi rehabilitasi lahan sebesar 12 juta hektar yang bisa dimanfaatkan. Ke depan, lewat dukungan pemerintah kami akan memanfaatkan lahan ini sehingga bisa memberikan multiplier effect yang lebih baik bagi lingkungan dan juga masyarakat," kata Erfan.
[Red: Amanda Zubehor]