WahanaNews.co | Kementerian Perdagangan mengadakan sosialisasi terkait pembiayaan dan sertifikasi halal bagi pelaku usaha ultra mikro (UMi) di Depok, Jawa Barat pada Selasa lalu (11/4).
Sosialisasi bertujuan mendorong pelaku UMi melakukan sertifikasi halal produknya guna meningkatkan kepercayaan dan loyalitas masyarakat yang lebih luas, baik di pasar domestik maupun pasar produk halal di tingkat global. UMi biasanya dijalankan perorangan dan terkadang kurang tersentuh pemerintah.
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
"Prospek UMi cukup menjanjikan karena produk yang ditawarkan adalah yang digunakan masyarakat sehari-hari. Lembaga pembiayaan atau perbankan juga perlu lebih mencurahkan atensi terhadap prospek UMi. Melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), pemerintah mendorong partisipasi UMi dalam program terkait regulasi penyelenggaraan bidang jaminan produk halal untuk produk makanan dan minuman,” jelas Plt Direktur Jenderal PKTN Moga Simatupang.
UMi merupakan usaha yang dimiliki perorangan dengan jenis usaha mencakup kuliner rumahan, jasa cuci kiloan, toko kelontong, dan usaha kecil lainnya. Skala usahanya lebih kecil dari usaha mikro karena berbeda dari jumlah modal dan pendapatan tahunan.
Pembiayaan UMi merupakan tahap lanjutan dari program bantuan sosial yang menyasar usaha mikro di lapisan terbawah yang belum difasilitasi perbankan.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
Lebih lanjut, sertifikasi produk halal telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Regulasi ini mewajibkan produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa sembelihan yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal mulai 17 Oktober 2019 dan paling lambat 17 Oktober 2024.
”Pelaku UMi kebanyakan bergerak di bidang produk makanan dan minuman. Untuk itu, perlu disosialisasikan kewajiban tersebut. Jika produk tersebut belum bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024 dan masih beredar di masyarakat, pelaku usaha akan dikenakan sanksi. Mulai dari administrasi, denda administrasi, sampai dengan pidana,” tegas Moga.
Direktur Standarisasi dan Pengendalian Mutu Matheus Hendro Purnomo menambahkan,dorongan dan komitmen juga telah diwujudkan dalam pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Balai Sertifikasi.
LPH Balai Sertifikasi telah terakreditasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sejak 8 April 2022 dengan lingkup layanan dengan lingkup layanan jenis produk makanan, minuman, dan kimiawi.
Lingkup ini sejalan dengan jenis produk yang wajib bersertifikasi halal seperti termaktub dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 748 Tahun 2021.
LPH tersebut mendukung program pemerintah untuk memastikan kehalalan produk agar konsumen merasa aman. Proses pemeriksaan meliputi pemeriksaan bahan dan pemeriksaan sistem jaminan halal, termasuk di antaranya bahan baku yang digunakan, peralatan, dan proses produksi yang digunakan.
Matheus menerangkan, Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu selalu berkomitmen untuk mendukung pelaku usaha ultra, mikro, kecil, dan menengah mengajukan pemeriksaan kehalalan produknya.
”Dengan ruang lingkup yang selaras dengan produk yang diwajibkan bersertifikat halal pada penahapan pertama, keberadaan LPH Balai Sertifikasi perlu dimanfaatkan dan disosialisasikan agar dapat mendukung pelaku UMi untuk mengajukan pemeriksaan kehalalan produknya. Dengan fasilitasi tersebut diharapkan pelaku UMi dapat naik kelas dan meningkatkan kepercayaan masyarakat serta mendukung target Indonesia sebagai pasar halal bagi dunia,” pungkas Matheus. [jp/jup]