"Terkait keamanan pangan, negara sudah hadir dalam konstitusi berbagai produk regulasi, termasuk UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan dan UU Kesehatan, PP Label dan Iklan Pangan," katanya.
Menurutnya, saat ini sudah mendesak, masyarakat butuh kemasan pangan berbahan baku plastik yang makin ramah terhadap lingkungan, dan memiliki standar keamanan bagi kesehatan yang makin tinggi.
Baca Juga:
Dukung Harbolnas 2024, Mendag: Nilai Transaksi Niaga Elektronik Diproyeksi Rp487 Triliun
Semakin tinggi standar yang ditentukan, tambahnya, semakin baik bagi perlindungan konsumen, .
“BPA pada kemasan pangan, berapa pun kadarnya, adalah polutan bagi kesehatan manusia. Semakin rendah kadar BPA, semakin baik bagi konsumen, bagi kesehatan manusia dan sebaliknya. Konsumen memerlukan standar yang lebih tinggi untuk mewujudkan keamanan pangan yang dikonsumsinya,” katanya.
Sementara itu, lembaga riset produk konsumen, FMCG Insights meminta semua pihak, terutama Kementerian Kesehatan untuk mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam perumusan aturan labelisasi risiko bahan kimia BPA.
Baca Juga:
Gencarkan Program Prioritas UMKM BISA Ekspor, Kemendag Gelar Pekan Pengembangan Ekspor di Jawa Timur
"Seharusnya, Kementerian Kesehatan jadi yang paling terdepan dalam mendukung BPOM dalam penerapan labelisasi galon industri AMDK," ujar Koordinator Advokasi FMCG Insights Willy Hanafi.
Menurut dia, kebijakan BPOM dalam upaya labelisasi galon mengandung BPA sudah benar karena lembaga tersebut merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, di mana produsen AMDK memiliki kewajiban untuk memberikan informasi secara detail dan transparan mengenai suatu produk.
Willy berpendapat, masyarakat sebagai konsumen berhak tahu tentang potensi ancaman yang bisa ditimbulkan dalam peluruhan zat kimia galon BPA pada produk air minum.