“Untuk keamanan pangan, itu sudah ada aturannya, yaitu wajib SNI (Standar Nasional Indonesia). Jadi, jika sudah memiliki SNI, produk pangan itu sudah sesuai dengan kriteria aman untuk digunakan oleh konsumen,” ujar Hermawan Seftiono.
Hermawan mengutarakan, semua produk pangan yang sudah memiliki izin edar itu sebenarnya sudah memiliki label pada kemasannya. Label itu sudah menunjukkan semua informasi dari produk pangan tersebut, seperti komposisi produk pangan, nama produknya, tempat produksinya, dan tanggal kadaluarsanya.
Baca Juga:
Polda Sulsel Tetapkan Tiga Tersangka Peredaran Kosmetik Berbahaya di Makassar
Jadi, katanya, penambahan label baru dalam kemasan pangan itu nantinya malah akan menambah biaya bagi industri untuk melakukan pengujian dari kemasan.
“Pas awal-awal mereka harus mengeluarkan biaya untuk menguji kemasannya, kemudian untuk periode tertentu misalnya setiap 6 bulan atau setahun, mereka juga harus mengujinya lagi untuk dikonfirmasi aman atau tidak. Itu kan biayanya tidak sedikit,” katanya.
Selain itu, Hermawan juga menyampaikan bahwa tidak ada juga jaminan bahwa penambahan label baru itu nantinya justru malah membuat para konsumen menjadi lebih nyaman terhadap produk pangan tersebut.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
“Yang ada malah, kata-kata yang dibuat pada label itu nantinya malah bisa membuat konsumen menjadi takut menggunakan produk tersebut,” ujarnya.
Senada dengan Hermawan, menurut Zainal, pelabelan itu secara scientific sebenarnya tidak perlu dilakukan karena sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk pangan yang sudah memiliki izin edar, termasuk produk air minum dalam kemasan (AMDK), sudah aman untuk digunakan. Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan bahwa produk itu aman.
Kalau pelabelan itu diberlakukan, menurut Zainal, yang dirugikan justru para konsumen. Karena, pelabelan itu jelas akan menambah biaya.