WahanaNews.co, Jakarta -
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penguatan strategi branding dalam rangka meningkatkan daya saing industri batik nasional di tengah ketatnya persaingan global. Batik bukan hanya warisan budaya bangsa yang diakui dunia, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai produk industri kreatif yang bernilai tambah tinggi.
“Karena itu, penguatan branding batik menjadi sangat penting agar batik Indonesia semakin dikenal, diminati, dan memiliki daya saing kuat, baik di pasar domestik maupun internasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (3/10).
Baca Juga:
Resmikan Gedung Pelayanan Publik Baru, Kemenperin Hadirkan Kemudahan Akses Industri
Hal senada disampaikan Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi, yang menegaskan bahwa batik bukan sekadar produk tekstil, melainkan manifestasi seni, filosofi, dan peradaban yang telah mengakar kuat dalam identitas bangsa Indonesia.
“Setiap helai kain batik adalah narasi visual yang mengisahkan sejarah, nilai-nilai luhur, dan kearifan lokal. Guratan canting dan tetesan malam adalah jejak peradaban yang kaya. Itulah sebabnya, pada Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda atau Intangible Cultural Heritage,” ungkapnya.
Andi menyampaikan, tantangan yang dihadapi industri batik saat ini tidaklah ringan. Batik harus mampu bersaing dengan produk tekstil dari negara lain serta menghadapi perubahan tren fashion global yang sangat dinamis.
Baca Juga:
Menperin: Industri Pengolahan Nonmigas Tetap Menjadi Penopang Utama Ekspor Nasional
“Pertanyaan penting yang harus kita jawab bersama adalah bagaimana memastikan batik tetap relevan, berdaya saing, dan dicintai bukan hanya oleh generasi sekarang, tetapi juga oleh generasi mendatang, baik di dalam maupun luar negeri?,” ungkapnya.
Menurut Andi, untuk menjawab tantangan tersebut, strategi branding yang visioner menjadi mutlak diperlukan. “Branding yang kuat tidak hanya berlaku bagi batik, tetapi juga untuk seluruh ekosistem industri kerajinan nasional yang merupakan tulang punggung perekonomian rakyat,” ujarnya.
Kemenperin mencatat, untuk industri batik sendiri, ekspornya sudah mencapai USD7,63 juta pada triwulan I 2025. Ini berasal dari 214 sentra batik di 11 provinsi dari total 47 ribu unit usaha batik. “Data tersebut, lanjutnya, menegaskan bahwa setiap helai batik dan produk kerajinan yang dihasilkan tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga menjadi penggerak perekonomian nasional,” imbuhnya. Demikian dilansir dari laman kemenperingoid, Sabtu (4/10).
[Redaktur: JP Sianturi]